JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan bahwa dalam 100 hari memerintah, hambatan utama bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah partai pengusungnya sendiri, atau PDI Perjuangan.
Partai pengusung Jokowi, sebut Ikrar, adalah penyebab dari polemik yang terjadi antara Polri dan KPK.
"Kenapa sebabnya oleh PDI-P? Karena mereka benar-benar amburadul dalam komentar-komentar politiknya," ujar Ikrar dalam sebuah diskusi "100 Hari Pemerintahan Jokowi-JK", di Kemang, Jakarta Selatan, Kamis (29/1/2015).
Ikrar menyesali pernyataan politisi PDI-P, Effendi Simbolon, yang mengkritik kinerja pemerintahan Jokowi.
Sebelumnya, dalam suatu diskusi mengenai 100 hari pemerintahan Jokowi-JK, Effendi mengatakan, pemerintahan Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla yang berjalan hampir 100 hari ini banyak meninggalkan celah untuk impeachment atau pemakzulan. Pernyataan tersebut, menurut Ikrar, tidak pantas diucapkan oleh kader yang partainya mengusung seorang presiden.
Menurut Ikrar, dalam hal ini kader PDI-P tersebut tidak memahami aturan dan perundangan mengenai pemberhentian presiden. Terlebih lagi, bukannya menjadi solusi, pernyataan tersebut malah semakin menyudutkan Jokowi.
Ikrar menjelaskan, pemberhentian presiden tidak bisa diajukan hanya dengan melihat kinerja presiden. Menurut dia, seorang presiden dapat diusulkan untuk diberhentikan apabila melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
Selain itu, Ikrar juga mengaitkan pernyataan politisi PDI-P lainnya, Hasto Kristyanto, sebagai sebab permasalahan antara KPK dan Polri.
Seperti diberitakan, di hadapan media massa, Hasto mengumumkan bahwa pernah terjadi pertemuan antara ia dengan Ketua KPK Abraham Samad. Pertemuan tersebut di antaranya diduga terkait pencalonan Samad sebagai calon wakil presiden, dan kesepakatan keringanan hukuman terhadap kader PDI-P Emir Moeis yang terjerat kasus korupsi.
"Buat saya, mereka membuka aib orang dan membuka aib mereka sendiri. Justru hambatan Jokowi dari partai pendukungnya sendiri," kata Ikrar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.