"Supaya MK juga bisa memperbaiki kinerjanya, bukan hanya menangani hal-hal yang mudah, tapi yang pelik-pelik juga," kata Jimmly saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II terkait revisi UU Pilkada, Selasa (20/1/2015).
Pernyataan Jimly menanggapi putusan MK Nomor 97 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa pilkada bukan pemilihan umum. Dengan demikian, MK menyatakan tidak memiliki wewenang untuk memutus perkara perselisihan pilkada. Putusan MK itu kemudian diakomodir dalam Perppu Pilkada yang baru disahkan DPR menjadi UU. UU itu mengatur, jika ada perselisihan dalam pelaksanaan pilkada, untuk pemilihan bupati dan wali kota diselesaikan di tingkat pengadilan tinggi, sementara untuk pemilihan gubernur diselesaikan di Mahkamah Agung.
Jimly pun menyinggung soal kinerja MK yang setiap tahunnya hanya menyelesaikan sekitar 1.000 perkara. Jumlah ini, menurut dia, sangat rendah jika dibandingkan kinerja MK negara lain.
"Bandingkan dengan sembilan hakim agung AS yang harus menangani 20 ribu perkara per tahun, bandingkan dengan MK Jerman yang berjumlah 18 orang juga sanggup menyelesaikan perkara 20 ribu per tahun," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.