JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru mengatakan, rencana untuk mewujudkan pelaksanaan pemilu elektronik (e-voting) sepertinya masih sulit. Belum adanya payung hukum untuk pelaksanaan pemilu tersebut menjadi kendala utamanya.
"Aturannya sampai saat ini masih belum ada, sehingga sulit untuk dilaksanakan," kata Andrari dalam diskusi bertajuk Mengukur Kesiapan Daerah dengan Pilkada e-Voting di Jakarta, Rabu (19/11/2014).
Ia menjelaskan, Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah memutuskan bahwa pilkada elektronik dapat diselenggarakan asal memenuhi unsur luber dan jurdil. Di samping pula perlu dilakukan persiapan atas teknologi, pembiayaan, masyarakat, penyelenggaran dan legalitas. Namun, keputusan MK tersebut tidak dapat menjadi payung hukum bagi penyelenggaraan pemilu tersebut.
Pemilu elektronik (e-voting) perlu diatur di dalam UU Pemilu. Sehingga, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengeksekusinya.
"Jadi tinggal menunggu aturannya saja," kata dia.
Lebih jauh, ia menjelaskan, e-voting dinilai lebih mudah diterapkan daripada pemilu dengan metode konvensional pada umumnya. Dalam percobaan yang dilakukan BPPT pada sejumlah pilkades di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, misalnya, masyarakat mengaku lebih cepat memahami pelaksanaan e-voting.
Keyakinan itu juga diamini oleh Bupati Musi Rawas Ridwan Mukti. Ia mengaku, sempat bertanya kepada seorang warga berusia 91 tahun yang telah mengikuti proses e-voting.
"Mereka bilang, kalau ini lebih mudah dari pelaksanaan pemilu biasa," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.