Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Tak Usah Ragu Gelar Pilkada Serentak pada 2015

Kompas.com - 18/11/2014, 18:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Saldi Isra mengatakan, sebagai penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum tak usah ragu untuk menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 2015. Ia menekankan, KPU harus siap menjalankan tugasnya sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu harus siap menjalankan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," kata Saldi, Selasa (18/11/2014).

Saldi menjelaskan, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2014, maka UU Pilkada Nomor 22 tahun 2014 secara otomatis sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

"UU Nomor 22 tahun 2014 yang sebelumnya dilahirkan mengatur tentang pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dengan lahirnya Perppu maka pemilihan kembali menjadi pemilihan langsung," ujarnya.

Saldi mengatakan, UU Nomor 22 tahun 2014 secara otomatis telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi setelah lahirnya Perppu nomor 1 tahun 2014. "Dengan demikian maka seluruh daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis pada 2015 sudah harus mempersiapkan diri menggelar Pilkada serentak," jelasnya.

Ia mengatakan, penyelenggara Pemilu dan pemerintah daerah tidak perlu mengkhawatirkan soal Perppu yang memang masih diproses di DPR. Alasannya, menurut Saldi, DPR telah mengetahui konsekuensi terhadap pencabutan Perppu. DPR baru bisa melakukan pembahasan terhadap Perppu tersebut paling cepat pada Januari 2015.

"Ada dua kemungkinan, ditolak atau diterima. Kalau diterima maka Perppu akan menjadi aturan yang menjadi payung hukum selanjutnya namun kalau pun ditolak pun tidak ada masalah," katanya.

Saldi tak sependapat dengan argumentasi yang menyatakan bahwa jika Perppu Pilkada ditolak maka otomatis UU Nomor 22 tahun 2014 akan berlaku dan pemilihan kembali oleh DPRD.

"Kalau ada yang membaca UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan aturan perundang-undangan maka persoalan akan menjadi jelas, bahwa untuk mencabut Perppu harus melalui Rancangan Undang-Undang," paparnya.

Dalam UU tersebut dinyatakan, dalam hal pencabutan Perppu, presiden atau DPR harus mengajukan Rancangan UU pencabutan Perppu.

"Pastinya presiden dan DPR sama-sama mengetahui apa konsuewensinya," kata Saldi.

Ia menambahkan, proses penolakan Perppu tidak sesederhana yang diperkirakan. Perppu secara otomatis menganulir UU sebelumnya. Untuk menolak Perppu dan mencabutnya harus melalui pengajuan Rancangan UU.

"Jika dalam prosesnya nanti katakanlah memang ditolak, maka akan terjadi suatu situasi yang disebut kekosongan hukum," ujarnya.

Jika terjadi kekosongan hukum maka presiden bisa menunjuk langsung kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2015 nanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com