JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyarankan agar Presiden Joko Widodo menunjuk jaksa senior untuk menduduki posisi jaksa agung. Jaksa senior dinilai lebih mampu mengonsolidasikan kekuatan di Kejaksaan Agung agar bekerja sesuai dengan target yang diharapkan Jokowi.
Seperti diketahui, saat ini ada enam nama yang telah muncul ke publik. Mereka adalah Kepala PPATK Muhammad Yusuf, Deputi UKP4 Mas Achmad Santosa, Jaksa Agung Muda (JAM) Bidang Pembinaan Bambang Waluyo, JAM Pidana Khusus Widyo Pramono, mantan JAM Pidana Umum, HM Prasetyo, dan mantan Kepala PPATK, Yunus Husein.
Margarito mengungkapkan, dari enam nama yang muncul, empat di antaranya pernah dan sedang berkarier di kejaksaan. Namun, Margarito menyarankan agar Jokowi memilih sosok yang telah lepas dari kejaksaan.
"Ada dua nama yang menurut saya bagus, yaitu HM Prasetyo dan Muhammad Yusuf," kata Margarito saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/11/2014).
Menurut dia, dari dua nama tersebut, HM Prasetyo yang dianggap paling ideal untuk menggantikan Basrief. Ia menjelaskan, Yusuf memang memiliki karier yang cemerlang di PPATK.
Sayangnya, jabatan terakhir yang ia pegang di kejaksaan hanya Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Ia menjelaskan, Yusuf akan menghadapi tantangan yang hebat apabila dirinya ditunjuk menjadi jaksa agung.
Ada kekhawatiran, Yusuf akan kurang tegas dalam memimpin apabila faktor senioritas di Kejaksaan Agung masih cukup tinggi.
"Kalaupun mau melakukan perombakan, bisa saja. Akan tetapi, kalau grasak-grusuk, tentu di atas nanti kacau juga karena pakemnya sudah ada. Tidak bisa semudah itu main rombak," ujarnya.
Sementara itu, menurut dia, HM Prasetyo tidak memiliki catatan buruk selama berkarier di kejaksaan. Jabatan terakhir yang pernah ia pegang adalah JAM pidana umum pada tahun 2006. Ia menambahkan, kehadiran Prasetyo diharapkan mampu memberikan efek psikologis di lingkungan kejaksaan.
"Dia dianggap senior. Kalau orang luar mungkin tidak akan memunculkan dampak psikologis. Kalau dari dalam, saya tidak percaya tidak akan ada dampak psikologisnya. Pembenahan tidak akan maksimal, baik organisasi maupun fungsi-fungsinya," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.