Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibas Sebut 7 Pertanyaan kepada Jokowi adalah Hak Dia

Kompas.com - 29/10/2014, 17:39 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) sempat menyampaikan tujuh pertanyaan yang harus dijawab oleh Presiden Joko Widodo terkait pembentukan kabinet dan nomenklatur kementerian.

Namun, Ibas membantah dirinya mengkritik. Menurut dia, pertanyaan dari masyarakat ini banyak dimunculkan di media cetak maupun di media sosial beberapa hari terakhir ini.

"Saya tidak mengkritik. Pada dasarnya, sebagai wakil rakyat, tentunya memiliki hak bertanya. Banyak pertanyaan berkembang di media sosial. Siapa yang menentukan kabinet, kami mengetahui ini hak prerogatif Presiden," kata Ibas di Gedung DPR, Selasa (28/10/2014).

Sekjen Partai Demokrat itu mengatakan, pihaknya sangat menghargai sepenuhnya keputusan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Kami hargai sepenuhnya, tapi bisa juga dijelaskan kepada masyarakat, bagaimana prosesnya, transparan, dan bisa diketahui masyarakat," ujarnya.

Sebelum pengumuman nama 34 menteri Kabinet Kerja di Istana Merdeka, Minggu (26/10/2014) kemarin, Ibas memberikan tujuh pertanyaan yang menjadi pertanyaan publik kepada Presiden Jokowi. Berikut tujuh pertanyaan tersebut.

1. Siapa saja yang mengambil keputusan dan menetapkan menteri untuk duduk dalam kabinet Jokowi? Mengapa hari-hari sekarang ini kegiatan terpusat di rumah pribadi Megawati? Kalau yang menentukan anggota kabinet adalah Megawati, ini nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi kita, UUD 1945. Presiden Jokowi bisa dinyatakan melanggar konstitusi atau tindakannya bersifat inkonstitusional. Presiden Jokowi harus berterus terang dan jangan membohongi rakyat.

2. Melakukan restrukturisasi secara mendasar terhadap susunan kabinet saat ini, berlaku sejak kabinet diumumkan oleh Presiden, tanpa persiapan transisi, termasuk pemisahan dan penggabungan kementerian, apakah sudah dipikirkan implikasinya terhadap pekerjaan kementerian yang digabung dan dipisahkan tersebut? Bagaimana kalau sepanjang tahun semua waktu, energi, dan pembiayaan terkuras untuk melakukan penyesuaian (adjustment) dengan struktur yang baru ini?

3. Restrukturisasi secara mendasar kabinet Jokowi memiliki implikasi yang besar terhadap APBN-P 2014 dan APBN 2015. Sudahkah dipikirkan dan dipersiapkan semua itu? Sudahkah diketahui bahwa perubahan APBN-P 2014 dan APBN 2015 perlu dibahas dan mendapatkan persetujuan DPR RI? Perencanaan dan penggunaan dana APBN yang ceroboh bisa melahirkan berbagai penyimpangan dan tindak pidana korupsi. Sudahkah Presiden Jokowi mengetahui dan menyadari hal ini?

4. Dengan dibaginya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi dua kementerian dan digabungkannya Kementerrian Ristek ke Kemeneterian Pendidikan Tinggi dan Ristek, bagaimana pengaturan anggaran pendidikan yang harus mematuhi ketentuan dalam UUD 1945? Bagaimana pula sinkronisasi dengan anggaran pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Agama? Dapatkah direalisasi dalam APBN-P 2014 dan APBN 2015?

5. Kementerian Kehutanan digabung dengan Kementerian Lingkungan Hidup, apa logika dan alasannya? Ketika secara internasional tantangan perubahan iklim menjadi prioritas dan agenda global untuk mengatasinya mengapa justru di Indonesia seakan peran dan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup ini dikecilkan? Apa visi Presiden Jokowi menyangkut lingkungan hidup serta upaya mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim?

6. Menurut informasi, Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan akan diletakkan di wilayah koordinasi Menko Bidang Maritim, bagaimana logikanya? Bagaimana Presiden Jokowi bisa menjelaskan semuanya ini?

7. Menurut informasi pula, di lembaga kepresidenan akan ada tiga pejabat utama, yaitu kepala staf presiden, menteri sekretaris negara, dan sekretaris kabinet. Bagaimana pembagian tugasnya? Tidakkah hal ini akan menimbulkan konflik dan tumpang tindih fungsi dan tugas pokok? Apa yang ada di benak Presiden Jokowi? Benarkah struktur ini hanya untuk menempatkan seseorang yang tidak punya tempat? Apakah struktur kabinet harus menyesuaikan dengan orang? Atau orang harus menyesuaikan organisasi?

"Demikian pertanyaan publik yang sebaiknya bisa dijawab oleh Presiden Jokowi," katanya.

Lebih lanjut, kata Ibas, publik memahami hak konstitusional Presiden. Akan tetapi, publik perlu juga meyakini bahwa sistem kepresidenan bisa dijalankan dengan manajemen perubahan yang tepat sasaran, efektif, dan bisa terkontrol dengan baik.

Ibas menambahkan, sebelum terlambat, sebaiknya Presiden Jokowi bisa tampil di hadapan publik untuk menjelaskan hal tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com