Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada HP di Kamar Tahanan Akil Mochtar, Wawan, hingga Anas Urbaningrum

Kompas.com - 24/10/2014, 20:58 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan orang tahanan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi kedapatan menyimpan telepon genggam. Para "pesohor" ada di antara mereka. Temuan tersebut merupakan hasil dari inpeksi mendadak pada awal Oktober 2014.

"Terhadap pelanggaran tersebut, telah dijatuhkan sanksi kepada enam orang tahanan di lantai 9 Rutan C1 (di Gedung KPK) serta tiga orang tahanan KPK di Rutan Guntur," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Komisi Pemberantasan Korupsi Priharsa Nugraha, Jumat (24/10/2014).

Enam tahanan yang kedapatan memiliki telepon genggam di Rutan C1 adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, pengusaha Teddy Renyut, pejabat Dinas Kesehatan Banten Mamak Jamaksari, pengusaha Gulat Manurung, dan bos PT Sentul City Kwee Cahyadi KUmala.

Adapun tiga orang tahanan di Rumah Tahanan Guntur yang ketahuan punya telepon genggam adalah Heru Sulaksono; adik Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana; dan Bupati Karawang Ade Swara.

Dari penggeledahan tersebut, kata Priharsa, petugas menyita sembilan telepon genggam, tiga powerbank, dan sebuah modem wifi. Dia mengatakan, telepon genggam ini ternyata juga dipakai tahanan lain secara bergantian.

Sanksi

"Walaupun sebagian tidak membawa atau memiliki HP diketahui juga turut menggunakan secara bergantian," kata Priharsa. Sebagai bagian dari sanksi, lanjut dia, kesembilan pemilik telepon genggam ini dilarang menerima kunjungan selama satu bulan.

Hukuman bagi para tahanan di rumah tahanan KPK C1, sebut Priharsa, berlaku sejak 9 Oktober 2014. Adapun sanksi bagi Tubagus Chaeri Wardana berlaku sejak 13 Oktober, Heru Sulaksono sejak 16 Oktober, dan Ade Swara sejak 20 Oktober.

KPK, kata Priharsa, juga tidak memberikan izin bagi pembesuk untuk menyambangi rumah tahanan pada hari libur nasional, Sabtu (25/10/2014). Ia mengatakan, peniadaan kunjungan tersebut berlaku untuk semua tahanan karena khawatir kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk kembali menyelundupkan barang.

"Dengan pertimbangan banyaknya pelanggaran yang dilakukan dan keterbatasan jumlah personil dikhawatirkan waktu kunjungan akan dimanfaatkan keluarga untuk kembali menyelundupkan barang-barang yang tidak diperbolehkan," papar Priharsa.

Dokumen dakwaan disita

Sebelumnya, dalam sidang tuntutan terhadap mantan Kepala Badan Pengawas Bursa Berjangka dan Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sampurna, penasihat hukum Syahrul, Eko Prananto menyatakan bahwa beberapa tahanan kedapatan menyimpan telepon genggam di ruangan tahanan.

Eko mengatakan, telepon genggam tersebut disembunyikan di dalam dokumen dakwaan para tahanan. "Hasil sidak internal ditemukan beberapa dokumen dakwaan-dakwaan dari tersangka lain di dalam tahanan yang digunakan untuk menyimpan hp dan segala macam," ujar dia.

Dalam pernyataannya di persidangan itu, EKo juga sudah menyebutkan sejumlah tahanan yang kedapatan menyembunyikan telepon genggam di ruangannya, yaitu Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Gubernur Riau Annas Maamun, dan adik Gubernur Banten nonaktif Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana.

Namun, Eko pun mengatakan penggeledahan ini menyulitkan kliennya juga. Menurut dia, pembuatan pleidoi kliennya terhambat karena dokumen dakwaan disita petugas untuk mencegahnya dipakai menyembunyikan barang-barang yang dilarang ada di rumah tahanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com