Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nama Kementerian Berubah, Kabinet Jokowi Harus Tunggu Pertimbangan DPR?

Kompas.com - 22/10/2014, 10:35 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hingga Rabu (22/10/2014) siang, Presiden Joko Widodo belum mengumumkan susunan kabinet barunya, dengan tenggat waktu 14 hari sejak pelantikan, sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Presiden Joko Widodo tak perlu meminta pertimbangan DPR untuk membentuk kabinetnya, sekalipun ada perubahan nama kementerian. Seperti diberitakan sebelumnya, Jokowi berencana mengubah beberapa pos kementerian di kabinetnya.

Menurut Yusril, UU Kementerian Negara juga tidak akan jadi penghalang perubahan itu selama bukan berupa perubahan nomenklatur dan tetap mencantumkan kementerian yang diamanatkan konstitusi.

"Enggak perlu Pak Jokowi minta pertimbangan DPR. Pembentukan kabinet, apa pun namanya (kementerian), itu hak prerogatif presiden," kata Yusril, saat dihubungi pada Rabu (22/10/2014).

Menurut Yusril, perubahan nama kementerian tidak masuk kategori perubahan nomenklatur sebagaimana definisi pengubahan kementerian dalam UU Kementerian Negara. Terlebih lagi, kata dia, UU Kementerian Negara tak menyebutkan secara rinci mengenai ketentuan soal pengubahan kementerian ini.

Yusril menambahkan, aturan tegas soal kementerian negara di UU ini hanya untuk tiga kementerian, sebagaimana amanat UUD 1945, yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan, yang diatur dalam Pasal 5 ayat 1 UU Kementerian Negara.

Oleh karena itu, Yusril berpendapat, Jokowi baru diwajibkan meminta pertimbangan DPR jika perubahan nomenklatur kabinet dilakukan di tengah jalan. Menurut UU Kementerian Negara, ketika perubahan nomenklatur terjadi, permintaan pertimbangan itu harus dijawab oleh DPR dalam waktu tujuh hari, dan akan dianggap sudah dijawab oleh DPR jika belum ada tanggapan hingga lewat dari masa itu.

"Misalnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan mau diganti jadi Kementerian Maritim oleh Pak Jokowi, ya bisa saja, langsung jalan. Kecuali kalau nanti Kementerian Maritim mau diubah jadi Kementerian Kelautan dan Perbatasan misalnya, itu baru harus minta pertimbangan DPR. Jadi, simpel saja," tekan Yusril.

Pembentukan dan pengubahan kementerian

Pasal 4 UU Kementerian Negara mengatur bahwa urusan pemerintahan yang ditangani oleh kementerian terbagi menjadi urusan yang nomenklatur kementeriannya secara eksplisit disebutkan dalam konstitusi, yang ruang lingkupnya disebutkan dalam konstitusi, serta urusan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Rincian mengenai hal ini dimuat dalam Pasal 5 UU ini.

Pada Pasal 1 angka 5 UU 39 Tahun 2008 dijelaskan bahwa pengubahan kementerian adalah pengubahan nomenklatur kementerian dengan cara menggabungkan, memisahkan, dan/atau mengganti nomenklatur kementerian yang sudah terbentuk.

Pasal 12 mewajibkan pembentukan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan. Pasal 20 menegaskan bahwa ketiga kementerian tersebut tidak bisa dibubarkan.

Di luar tiga kementerian itu, pembentukan kabinet merujuk aturan umum pada Pasal 4. Batasannya hanya pada jumlah maksimal, yakni 34 kementerian, sebagaimana diatur dalam Pasal 15.

Adapun masalah pengubahan kementerian diatur dalam UU ini pada Bagian Kedua, tepatnya pada Pasal 17 sampai Pasal 19. Ketiga pasal menyatakan bahwa pada dasarnya presiden dapat mengubah kementerian, menurut ketentuan Pasal 17. Pertimbangan untuk mengubah kementerian itu dirinci pada Pasal 18.

Menurut Pasal 18 Ayat 2 UU Kementerian Negara, pengubahan kementerian bisa dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan efektivitas; perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi.

Pertimbangan berikutnya menurut klausul ini adalah cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;  kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah; kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri; dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang.

Meski demikian, Pasal 19 Ayat 1 UU Kementerian Negara menyatakan, pengubahan yang merupakan akibat dari pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR. Ayat kedua pasal ini memberi waktu tujuh hari untuk DPR dalam memberikan pertimbangan yang diminta, sesuai ayat 1 tersebut.

Ayat 3 dari Pasal 19 UU Kementerian Negara melanjutkan ketentuan ayat sebelumnya, dengan menyatakan bahwa bila lewat dari tujuh hari dan tak memberikan pertimbangan, maka DPR dianggap telah memberikan pertimbangan.

Untuk pembubaran kementerian yang dimungkinkan dibubarkan, Pasal 21 mensyaratkan pertimbangan DPR dengan ketentuan sebagaimana ketika pengubahan kementerian. Perkecualian diberikan untuk penghapusan kementerian yang menangani agama, hukum, keuangan, dan keamanan yang mensyaratkan persetujuan DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com