Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK Juga Tuntut Pencabutan Hak Politik Bupati Biak

Kompas.com - 29/09/2014, 12:59 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk mencabut hak Bupati Biak Yesaya Sombuk untuk dipilih dalam jabatan publik. Jaksa menilai tuntutan pencabutan hak politik sudah diatur dalam KUHP.

"Menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak terdakwa dipilih dalam jabatan publik," kata jaksa Haerudin membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/9/2014).

Dalam menuntut pencabutan hak politik, jaksa KPK mempertimbangkan ketentuan Pasal 10 huruf b angka 1 juncto Pasal 35 ayat 1 angka 3 KUHP. Pasal tersebut menyatakan bahwa pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu, antara lain hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum dapat dijatuhkan kepada terdakwa. Selain pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, jaksa menuntut Yesaya dihukum enam tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.

Menurut jaksa, Yesaya terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dengan menerima suap dari pengusaha Teddy Renyut terkait dengan proyek pembangunan tanggul laut di Biak.

"Kami menuntut supaya majelis hakim tindak pidana korupsi memutuskan menyatakan Yesaya Sombuk terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan primer," kata jaksa Herudin.

Dalam tuntutannya, jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan Yesaya. Menurut Haerudin, hal yang memberatkan karena Yesaya melakukan tindak pidana korupsi saat negara tengah giat memberantas tindak pidana korupsi. Yesaya juga berinisiatif untuk meminta uang kepada Teddy Renyut.

Menurut jaksa, Yesaya terbukti menerima uang 100.000 dollar Singapura dari Teddy. Uang tersebut diterimanya dalam dua tahap, yakni 63.000 dollar Singapura pada 11 Juni 2014, dan 37.000 dollar Singapura pada 16 Juni 2014.

"Terdakwa mengetahui bahwa perbuatannya menerima uang adalah untuk menggerakkan terdakwa dalam jabatannya selaku Bupati Biak supaya pekerjaan rekonstruksi tanggul laut yang sedang diusulkan diberikan kepada Teddy. Perbuatan terdakwa yang telah menerima uang itu telah bertentangan dengan terdakwa sebagai penyelenggara negara," kata jaksa Gina.

Yesaya pertama kali berkenalan dengan Teddy sebelum dia dilantik sebagai Bupati Biak pada Maret 2014. Kemudian setelah dilantik, Yesaya kembali mengadakan pertemuan dengan Teddy. Selanjutnya, Yesaya mengajukan permohonan pembangunan tanggul laut kepada Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT).

Anggaran untuk proyek ini rencananya Rp 20 miliar. Kemudian pada Juni 2014, Yesaya menghubungi anak Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor Yunus Saflembolo dan menyampaikan bahwa dia sedang butuh uang. Yesaya juga meminta Yunus menyampaikan kebutuhannya itu kepada Teddy.

"Pada 5 Juni terdakwa langsung menelepon Teddy dan mengajak bertemu," sambung jaksa Gina.

Dalam pertemuan itu, Yesaya langsung menyampaikan bahwa dia butuh uang sekitar Rp 600 juta. Ketika itu, Teddy menjawab bahwa dia sedang tidak punya uang namun dia bisa meminjam dari bank asalkan perusahaan Teddy, yakni PT Papua Indah Perkasa diberikan pengerjaan proyek. Setelah pertemuan tersebut Yesaya langsung memerintahkan Yunus untuk mengecek kepastian proyek tanggul lain di Kementerian PDT.

"Terdakwa (Yesaya) lalu sampaikan kepada Teddy kalau ada proyek kay yang kawal," kata jaksa Gina.

Tak lama setelah itu, Teddy menyerahkan uang kepada Yesaya di Jakarta sebesar 63.000 dollar Singapura. Merasa belum cukup, Yesaya kembali meminta uang kepada Teddy melalui Yunus. Atas permintaan itu, Teddy mengabulkannya. Dalam pertemuan di Hotel Acacia Jakarta, Teddy menyerahkan uang sebesar 37.00 dollar Singapura kepada Yesaya.

"Sambil bilang, 'Tolong diperhatikan Pak, pekerjaan di Biak'," sambung jaksa Gina.

Tak lama setelah penyerahan uang tersebut, petugas KPK menangkap Yesaya dan Teddy. Dalam kasus ini, Teddy juga berstatus sebagai terdakwa. Siang ini, tim jaksa KPK juga dijadwalkan membacakan tuntutan Teddy di Pengadilan Tipikor Jakarta. Menanggapi tuntutan jaksa KPK ini, baik Yesaya maupun tim kuasa hukumnya akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Majelis hakim Tipikor lalu memberikan waktu Yesaya dan tim kuasa hukumnya menyusun pledoi dalam dua pekan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com