Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hak Politik Anas Tak Dicabut, Pendukungnya Bersorak

Kompas.com - 24/09/2014, 17:59 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak tuntutan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan korupsi yang meminta pencabutan hak politik mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Dengan demikian, menurut putusan majelis hakim, Anas tetap memiliki hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Majelis hakim tidak sependapat dengan tim jaksa penuntut umum," kata Ketua Majelis Hakim Haswandi, saat membacakan amar putusan Anas, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Penilaian majelis hakim ini langsung disambut sorak sorai para pendukung Anas yang hadir dalam ruang persidangan. Menurut majelis hakim, penilaian apakah seseorang layak atau tidak layak dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik. Hak publik tersebut, menurut hakim, harus dikembalikan kepada publik.

"Sebagai negara demokrasi, hal tersebut harus dikembalikan kepada publik penilaiannya apakah layak atau tidak layak dipilih dalam jabatan publik," ujar hakim Haswandi.

Kendati demikian, hakim menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan subsider yang memuat Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dia dinyatakan terbukti menerima pemberian hadiah atau janji yang patut diduga jika pemberian itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatan Anas.

Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik pada 2005. Pengaruh Anas ini semakin besar setelah dia terpilih sebagai anggota DPR dan ditunjuk sebagai ketua fraksi.

Hakim juga menilai Anas terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan kedua. Mengenai lama hukuman terhadap Anas, majelis hakim belum membacakan putusannya.

Sebelumnya, Tim jaksa KPK menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara. Dia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS. Menurut KPK, uang ini senilai dengan fee proyek yang dikerjakan Grup Permai. Jaksa KPK menduga Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bergabung dalam Grup Permai untuk mengumpulkan dana.

Dalam dakwaan, Anas disebut mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pada 2010. Uang itu diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang, proyek perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek APBN lainnya yang diperoleh Grup Permai.

Selain menuntut hukuman penjara dan denda, jaksa KPK meminta hakim mencabut hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik.

Atas tuntutan jaksa ini, Anas dan tim kuasa hukumnya mengajukan pleidoi atau nota pembelaan. Dalam pleidoinya yang dibacakan pekan lalu, Anas menilai tuntutan tim jaksa KPK tidak berdasarkan alat bukti yang kuat. Tim jaksa KPK, menurut dia, hanya berdasarkan pada keterangan Nazaruddin dan anak buah Nazaruddin yang disebutnya telah dipengaruhi Nazar. Anas juga menilai tuntutan pencabutan hak politik jaksa KPK bermuatan politis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com