Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Hakim Pasti: Pasal Dakwaan Beda dengan Sangkaan Penyidik KPK

Kompas.com - 23/09/2014, 20:25 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara mantan hakim Pasti Serefina Sinaga, Didit Wijayanto, mengatakan bahwa tim jaksa KPK bakal menerapkan pasal yang berbeda dalam dakwaan kliennya dengan pasal yang disangkakan tim penyidik KPK. Menurut Didit, pada tahap penuntutan, penyertaan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dihilangkan, padahal sebelumnya pasal tersebut disematkan dalam sangkaan terhadap Pasti.

"Penerapan pasalnya ternyata oleh jaksa KPK berbeda dengan penyidik. Kalau di penyidik dikenakan penerapan juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP bersama dengan hakim Setya Budi, di proses penuntutan Pasal 55 KUHP tersebut hilang," kata Didit melalui pesan singkat, Selasa (23/9/2014).

Kendati demikian, sejauh ini Didit belum menerima salinan surat dakwaan dari tim jaksa KPK. Tim jaksa KPK baru akan memberikan salinan dakwaan pada Jumat (26/9/2014) pekan ini.

Didit mengklaim mengetahui pasal yang akan diterapkan jaksa KPK dalam dakwaan kliennya nanti melalui surat perintah penugasan jaksa KPK. Surat itu ditunjukkan kepada kliennya saat penandatanganan berkas perkara Pasti yang dinyatakan lengkap atau P21. Hari ini, berkas perkara Pasti dinyatakan lengkap (P 21), kemudian dilimpahkan ke tahap penuntutan.

"Kan ada berita acara penahanan, surat perintah tugas jaksa dan surat perintah penahanan, ditulis pasal-pasalnya," ujar Didit.

Menurut dia, tim jaksa KPK bakal mendakwa Pasti dengan dakwaan subsideritas. Dakwaan primer memuat Pasal 12 c Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dakwaan subsider mamuat Pasal 6 Ayat 1 juncto Ayat 1. "Lebih subsider Pasal 11, semuanya di juncto Pasal 64 KUHP," kata Didit.

Dia memperkirakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung akan menggelar sidang perdana Pasti sekitar pekan kedua Oktober. Didit bahkan mengatakan bahwa ia akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaska KPK nanti. Ia berharap hakim berani memutus sesuai dengan hukum yang berlaku.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan akan mengecek kepada jaksa KPK apakah benar ada perubahan penerapan pasal di tahap penyidikan dengan tahap penuntutan. Menurut Johan, penambahan pasal bisa dilakukan di tahap penuntutan, tetapi pengurangan pasal tidak bisa dilakukan. "Pasal ditambah bisa, tapi pasal diubah harus sprindik baru," kata Johan.

KPK menetapkan Pasti sebagai tersangka awal Maret 2014. Pasti diduga ikut menerima suap terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial Pemkot Bandung. Penetapan dia sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan penyidikan perkara mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada, orang dekat Dada yang bernama Toto Hutagalung, dan hakim Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tedjocahyono.

Dalam dakwaan jaksa KPK terhadap Setyabudi, disebutkan bahwa Setyabudi berjanji kepada Toto Hutagalung tidak akan melibatkan Dada dan Edi pada perkara bansos dan akan memutus ringan tujuh terdakwa kasus bansos tersebut. Biaya yang diminta, yaitu Rp 3 miliar untuk "mengamankan" di tingkat PN Bandung dan PT Jabar. Adapun di tingkat banding, "pengamanan" perkara ini diduga akan diurus oleh Sareh Wiyono. Sareh diduga mengarahkan Plt Ketua PT Jabar Kristi Purnamiwulan dalam menentukan anggota majelis hakim.

Selanjutnya, anggota majelis hakim tersebut akan menguatkan putusan PN Bandung di tingkat banding. Untuk hal itu, Sareh disebut meminta Rp 1,5 miliar kepada Dada melalui Setyabudi yang disampaikan kepada Toto. Kristi kemudian menetapkan Majelis Hakim Banding perkara ini yang terdiri dari Pasti Serefina Sinaga, Fontian Munzil, dan Wiwik Widjiastuti.

Terkait kasus ini, Pasti membantah disebut menerima suap. Tahun lalu, dia melayangkan somasi kepada KPK terkait proses penyidikan kasusnya. Menurut Didit, kliennya diarahkan oleh tim penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi bagi hakim Setyabudi Tedjocahyono sehingga Pasti terpaksa menandatangani berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyatakan Pasti mengakui telah menerima uang Rp 500 juta dari Toto Hutagalung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Juli 2024

Nasional
Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Laporkan Persoalan PDN, Menkominfo Bakal Ratas dengan Jokowi Besok

Nasional
PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi

Nasional
TB Hasanuddin Titipkan 'Anak' Bantu BSSN Buru 'Hacker' PDN

TB Hasanuddin Titipkan "Anak" Bantu BSSN Buru "Hacker" PDN

Nasional
Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Prabowo Ungkap Arahan Jokowi untuk Pemerintahannya

Nasional
Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Bantah PKS Soal Jokowi Sodorkan Namanya Diusung di Pilkada Jakarta, Kaesang: Bohong

Nasional
Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Diwarnai Demo Udara, KSAL Sematkan Brevet Kehormatan Penerbal ke 7 Perwira Tinggi

Nasional
Data PDN Tidak 'Di-back Up', DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Data PDN Tidak "Di-back Up", DPR: Ini Kebodohan, Bukan Masalah Tata Kelola

Nasional
Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Peretasan PDN, Budi Arie: Tunggu Saja

Nasional
Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Dalam Rapat, DPR Tanyakan Isu Adanya Kelalaian Pegawai Telkom dalam Peretasan PDN

Nasional
Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Minta Literasi Bahaya Judi “Online” Digalakkan, Wapres: Jangan Sampai Kita Jadi Masyarakat Penjudi!

Nasional
Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Menkominfo Berkelit Banyak Negara Diserang Ransomware, Dave: Penanganannya Hitungan Jam

Nasional
Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Mandiri Jogja Marathon 2024 Kembali Digelar, Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata

Nasional
Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Alasan Safenet Galang Petisi Tuntut Budi Arie Mundur dari Menkominfo...

Nasional
PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo 'Giveaway'

PDNS Diretas, Jokowi Diingatkan Tak Jadikan Jabatan Menkominfo "Giveaway"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com