JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolri Jenderal Sutarman mengaku sempat tak ingin bertemu dengan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala, pasca-pernyataannya di media televisi beberapa waktu lalu yang dinilai mendiskreditkan Polri. Setidaknya, ada dua kegiatan ketika Sutarman harus absen lantaran ada Adrianus di lokasi yang sama.
Kegiatan pertama adalah Seminar Pembekalan dan Pemantapan Wawasan Kebangsaan bagi anggota DPR RI periode 2014-2019 yang diselenggarakan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, Rabu (27/8/2014). Dalam kegiatan tersebut, baik Adrianus maupun Sutarman dijadwalkan untuk memberikan materi bagi para anggota legislatif itu. Selain keduanya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko turut hadir sebagai pemateri kegiatan tersebut.
"Kemarin saya harus berbicara di Lemhanas. Begitu pembicaranya Pak Adrianus, saya tidak mau ketemu. Saya enggak mau ketemu dulu, saya tunda bahwa Kapolri (tidak mau) hadir," kata Sutarman saat menggelar jumpa pers di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Acara kedua adalah peluncuran buku Bhayangkara di Bumi Cendrawasih karya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kamis (28/8/2014). Dalam kegiatan itu, Adrianus didapuk sebagai pembedah dari buku yang ditulis oleh Kapolda Papua Irjen Tito Karnavian itu.
"Kemudian saya diundang Pak Tito. Saya rencananya mau hadir. Karena ada Pak Adrianus, saya tidak mau datang," katanya.
Sutarman mengatakan, Polri akan terus melanjutkan kasus ini sampai ke tingkat pengadilan. Ia menegaskan, Polri baru akan menghentikan perkara ini jika Adrianus memenuhi dua syarat yang diberikan Polri.
Syarat pertama, Adrianus harus memberikan pernyataan maaf secara terbuka kepada semua media di Indonesia, terutama kepada media yang memuat pernyataannya. Kedua, Adrianus diminta untuk mencabut pernyataannya yang dinilai dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri.
Menurut Sutarman, pernyataan Adrianus memiliki dampak yang sangat luas dan mampu menimbulkan kebencian.
Untuk diketahui, dalam wawancara dengan salah satu televisi swasta pada 18 Agustus 2014 lalu, Adrianus menyebut divisi reserse kriminal (reskrim) sebagai ATM Polri. Masih menurut Adrianus, reskrim kerap dijadikan tempat bagi pimpinan untuk meminta uang. Tak hanya itu, ia juga menyebut reskrim sebagai sumber uang bagi divisi lain di tubuh Polri jika kekurangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.