Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Refly Harun: Tak Ada Alasan MK Kabulkan Permohonan Prabowo-Hatta

Kompas.com - 21/08/2014, 10:08 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, meyakini majelis hakim konstitusi akan menolak seluruh permohonan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terkait gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden.

Pasalnya, Prabowo-Hatta dinilai tak mampu membuktikan adanya kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Refly meyakini hal itu berdasarkan pengamatannya pada materi gugatan, fakta persidangan melalui pemeriksaan saksi, dan yurisprudensi MK selama ini. Ia menilai persidangan PHPU di MK berjalan normal tanpa adanya kejutan berarti.

"Saya yakin permohonan ini bakal ditolak. Saya tak menemukan alasan MK untuk mengabulkan, baik dari sisi penghitungan suara yang mengunggulkan Prabowo-Hatta maupun dari tudingan KPU melakukan kecurangan yang TSM," kata Refly, saat dihubungi, Kamis (21/8/2014).

Refly menuturkan, kalaupun ada kecurangan yang terbukti, sifatnya hanya sporadis dan tidak memenuhi unsur TSM, misalnya masalah pemungutan dan penghitungan suara di Dogiyai, Provinsi Papua.

Menurut Refly, masalah di daerah tersebut sifatnya masih abu-abu dan kesalahan tak dapat sepenuhnya dilimpahkan kepada KPU.

Mengenai daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) yang dipermasalahkan kubu Prabowo-Hatta, Refly meyakini tak akan membuat majelis hakim konstitusi mengabulkan permohonan Prabowo-Hatta. Pasalnya, DPKTb telah diatur dalam Peraturan KPU dan telah disosialisasikan sebagai bagian dalam proses penyelenggaraan pemilu.

"Kalau dipakai cara berpikir bahwa DPKTb ini ilegal, suaranya mau dikemanakan? Kan dianggap ilegal. Menurut saya DPKTb sah karena ada dalam Peraturan KPU," ujarnya.

Dengan begitu, Refly menganggap perdebatan mengenai DPKTb tak dapat dijadikan landasan MK untuk mengeluarkan putusan pemungutan suara ulang (PSU). Terlebih lagi, jumlah DPKTb sekitar 2,9 juta tak memengaruhi perolehan suara secara nasional.

"Kenapa harus diulang semua? Kecuali kalau DPKTb tercampur dan tidak dapat dibedakan. Kalau ini kan sudah jelas, ada 2,9 juta DPKTb, ada DPT, ada pemilih tambahan," ucapnya.

Pukul 14.00 WIB nanti, MK akan membacakan putusan terkait gugatan PHPU yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta. Putusan dikeluarkan setelah majelis hakim MK memeriksa puluhan saksi dan ahli yang dihadirkan Prabowo-Hatta, pihak Komisi Pemilihan Umum sebagai tergugat, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pihak terkait.

Selain pemeriksaan saksi, majelis hakim MK juga telah memeriksa seluruh bukti yang diajukan Prabowo-Hatta dan KPU. Rapat permusyawaratan hakim (RPH) digelar secara tertutup beberapa hari sebelum putusan dikeluarkan.

Dalam permohonannya, tim hukum Prabowo-Hatta menyampaikan pendapatnya bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres 2014 tidak sah menurut hukum. Alasannya ialah karena perolehan suara Jokowi-JK dinilai diperoleh melalui cara-cara yang melawan hukum atau disertai dengan tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com