JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, mengatakan, hampir setiap perkara Mahkamah Konstitusi diselesaikan hingga satu tahun. Ia menyarankan pada MK agar mempersingkat waktu antara pengajuan perkara hingga pembacaan putusan.
"Membandingkan waktu pengajuan permohonan dengan waktu pengucapan putusan, Mahkamah Konstitusi tampak mengalami penumpukan perkara, sehingga hampir rata-rata setiap perkara diselesaikan hingga 1 tahun," ujar Ismail, di Kantor Setara Institute, di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (18/8/2014).
Ismail menjelaskan, kondisi ini disebabkan karena energi, waktu, dan sumber daya hakim MK tersedot mengadili perkara PHPUD yang berlangsung sepanjang tahun. Namun demikian, jika membandingkan antara waktu permohonan diajukan dengan waktu hakim melakukan rapat permusyaratan hakim (RPH) untuk memutus perkara, rata-rata hanya membutuhkan waktu 6 bulan.
Menurut Ismail, kesenjangan waktu yang cukup panjang ini, seringkali menjadi pertanyaan publik. "Ada apa? Apa memang soal overloading perkara?" imbuh Ismail.
Putusan-putusan tertentu, tambah dia, memang memerlukan pertimbangan politik. Meski begitu, idealnya, jika telah memutuskan pada RPH, hakim segera membacakan putusan tersebut. Karena, dikhawatirkan dalam kurun waktu satu tahun, ada hakim yang pensiun atau tidak bisa hadir pada saat pembacaan putusan.
"Legalitasnya bagaimana? Harusnya kan ikut membacakan. Sejauh waktu bisa ditekan, lebih baik," tutup Ismail.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.