Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Uang Haram" Pemilu 2014

Kompas.com - 02/07/2014, 15:23 WIB


Oleh: Zuly Qodir

KOMPAS.com - Di antara kasus penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014, April lalu, yang paling jadi sorotan ialah adanya politik uang yang makin masif dilakukan para caleg, baik tingkat kabupaten/kota maupun pusat.

Oleh karena itu, dengan ringkas dapat dikatakan bahwa Pileg 9 April 2014 kuyup dengan uang haram, sebagaimana dinyatakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa politik uang haram hukumnya.

Lalu, mengapa politik uang pada Pemilu 2014 makin masif dilakukan caleg, baik tingkat DPRD kabupaten/kota, provinsi, maupun DPR? Inilah yang pada hemat saya perlu dapat perhatian banyak pihak, bukan saja politisi, akademisi, aktivis lembaga swadaya masyarakat, aktivis ormas keagamaan, dan pengamat. Mengapa politik uang yang oleh MUI difatwa haram malah jadi peristiwa paling favorit dalam Pemilu 9 April itu?

Fatwa tak bertuah

Pertama, fatwa tak bertuah. Politik uang dilakukan dengan berbagai modus operandi. Dari yang paling halus seperti memberi janji-janji kepada pemilih, membagikan sembako, sumbangan untuk tempat ibadah, perbaikan fasilitas umum (jembatan, selokan, atau kantor kepala desa/kepala dusun), sampai amplop berisi uang menjelang pemilihan. Semua berjalan tanpa beban apa pun.

Yang paling dahsyat adalah "dalil" jer basuki mawa bea, segala sesuatu pasti membutuhkan sarana dan prasarana (uang dan materi), tak bisa gratis. Alhasil, politik uang yang oleh MUI difatwakan haram, oleh para caleg dan pemilih dianggap sebagai upaya timbal-balik di antara keduanya. Politik uang yang difatwakan haram oleh MUI dengan demikian dapat dikatakan sebagai ”fatwa tak bertuah”, ”fatwa yang tidak bertaji”, sebab caleg dan pemilih sama-sama melakukan.

Mengapa fatwa MUI tidak didengar masyarakat? Apakah kredibilitas MUI sudah pupus, padahal mereka dikatakan kumpulan orang hebat dalam ilmu agama? Apakah MUI tak dianggap sebagai bagian penting dalam politik? Apakah MUI tak didengar karena masyarakat juga mengetahui bahwa para pengurus MUI sebagian melakukan ”pekerjaan politik” yang sering dianggap kotor?

MUI harus koreksi diri atas fatwa yang berulang kali dikeluarkan tetapi masyarakat tetap apatis: tidak mendengarkan atau malah pura-pura tidak mengetahui ada fatwa seperti itu.

Dari Pemilu Legislatif 9 April lalu diketahui bahwa sebagian calon anggota Dewan belum bisa menerima hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan berbagai tuduhan.

Akan tetapi, mengapa jarang yang mengatakan atau mengevaluasi diri sendiri bahwa telah melakukan praktik politik uang pada saat menjelang pemilihan (pemungutan suara)? Bukankah caleg dan pemilih telah sama-sama melakukan praktik politik uang sebagai bentuk pragmatisme politik?

Jadi, imbauan atau spanduk ”Terima uangnya, jangan pilih orangnya!” cukup efektif, sekalipun ada sebagian caleg yang akhirnya menarik kembali sumbangan ”sesuatu” yang telah diberikan kepada masyarakat pemilih karena diduga keras tidak memberi suaranya kepada caleg yang telah melakukan praktik politik uang tersebut. Di sini sebenarnya para caleg dapat mengevaluasi diri sendiri, tidak hanya mempersalahkan pemilih bahwa pemilih hanya ingin untung dan enaknya saja, tetapi tidak bersedia memberikan dukungan.

Para caleg, pada hemat saya, harus berpikir sehat dan jernih: ternyata politik uang yang dikerjakan dalam jangka waktu sangat singkat, yakni menjelang pemilihan, tidak memberi pengaruh kepada pemilih agar menjatuhkan pilihan kepada dirinya, tetapi kepada orang lain.

Masyarakat tak memilih yang bersangkutan bisa saja karena yang diberikan itu tidak sebanding dengan yang akan didapatkan, tidak sesuai dengan kehendak masyarakat, atau juga memang sudah seharusnya tidak dilakukan.

Jangan lagi dikerjakan

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

Nasional
LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

Nasional
Jumlah Jemaah Haji Indonesia Wafat Capai 121 Orang per Hari Ini

Jumlah Jemaah Haji Indonesia Wafat Capai 121 Orang per Hari Ini

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Dibentuk, Dipimpin Hadi hingga Muhadjir Effendy

Satgas Pemberantasan Judi "Online" Dibentuk, Dipimpin Hadi hingga Muhadjir Effendy

Nasional
Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten Barat Selalu Tolak Bantuan Warga, Merasa Dirinya Kaya

Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten Barat Selalu Tolak Bantuan Warga, Merasa Dirinya Kaya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com