Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kivlan "Warning" Agum-Fachrul: Terus Serang Prabowo, Kalian Nyatakan Perang

Kompas.com - 14/06/2014, 00:21 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Mayjen (Purn) Kivlan Zen, angkat bicara terkait pernyataan dua mantan petinggi ABRI, Agum Gumelar dan Fachrul Razi, yang diangap menyudutkan Prabowo. Ia meminta Agum dan Fachrul yang mendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk berhenti menyerang Prabowo.

"Kalau kakakku tetap melakukannya, berarti kalian menyatakan perang terhadap adik-adikmu," kata Kivlan, kepada wartawan saat jumpa pers di Rumah Polonia, Jakarta, Jumat (13/6/2014) malam.

Kivlan mengatakan, Agum dan Fachrul merupakan dua seniornya di Akabri. Agum lulusan Akabri tahun 1968, Fachrul lulusan tahun 1970, sementara Kivlan lulusan tahun 1971.

Mantan Kepala Staf Kostrad itu menilai, Agum telah melakukan penistaan terhadap Prabowo dengan mengatakan bahwa mantan Danjen Kopassus itu dipecat dari ABRI. Kivlan mengatakan, pernyataan tersebut tidak benar karena berdasarkan surat rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira, Prabowo diberhentikan secara hormat.

"Keppres (Keputusan Presiden) 1998, Prabowo diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun dan ucapan terima kasih atas segala jasa dan darma baktinya terhadap negara," ucapnya.

Terkait pernyataan Fachrul Razi, Kivlan menyebut, jika surat DKP tersebut benar, maka Fachrul membuka rahasia negara yang melanggar pidana militer. Ia meminta Fachul untuk hati-hati membuka rahasia negara.

"Pernyataan Pak Agum insiniasi (pembunuhan karakter), Fachrul Razi kakakku, karena itu adalah kampanye hitam kepada Prabowo dan Hatta Rajasa," katanya.

Sebelumnya, mantan Wakil Panglima ABRI Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi menilai, calon presiden Prabowo Subianto kurang pantas menjadi RI-1. Penilaiannya itu berdasarkan rekam jejak Prabowo di militer.

"Saya dan teman-teman yang tahu (rekam jejak Prabowo) ingin memberikan penjelasan kepada pemilih bagaimana tabiatnya. Dengan tabiat itu, kami berpandangan dia kurang pantas jadi presiden ke depan," kata Fachrul dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (10/6/2014).

Wawancara tersebut terkait surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beredar luas di media sosial. Fahrul membenarkan substansi surat yang beredar tersebut. Ia merupakan Wakil Ketua DKP yang ikut menandatangani surat keputusan itu. (baca: Pimpinan DKP Benarkan Surat Rekomendasi Pemberhentian Prabowo dari ABRI)

Fachrul menjelaskan, ketika mengusut keterlibatan Prabowo terkait kasus penculikan, DKP hanya fokus pada pemeriksaan para aktivis yang kembali. Untuk mengusut mereka yang hilang, kata Fachrul, butuh waktu berbulan-bulan, bahkan sampai tahunan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com