Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keharusan Revolusi Mental

Kompas.com - 13/06/2014, 09:40 WIB

Oleh:

”Merdekakan dirimu dari perbudakan mental,” seru penyanyi reggae legendaris Bob Marley. Kolonialisme dan otoritarianisme boleh berlalu, tetapi perbudakan dan penindasan tidak dengan sendirinya berakhir.

Warisan terburuk dari kolonialisme dan otoritarianisme tidaklah terletak pada besaran kekayaan yang dirampas, penderitaan yang ditimbulkan, dan nyawa yang melayang, tetapi pada pewarisan nilai-nilai koruptif, penindasan, dan perbudakan yang tertanam dalam mental bangsa. Para pendiri bangsa menyadari benar perjuangan kemerdekaan masih jauh dari tuntas.

Proklamasi kemerdekaan hanya jembatan emas untuk meraih kemerdekaan sejati. Sebagai jembatan emas, proklamasi kemerdekaan hanyalah titik keberangkatan untuk meraih cita-cita masyarakat adil dan makmur melalui serangkaian perjuangan secara persisten (istikamah). Pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956, Bung Karno menjelaskan tiga fase revolusi bangsa.

Dua fase telah dilalui secara berhasil dan satu fase lagi menghadang sebagai tantangan. Indonesia telah melewati taraf physical revolution (1945-1949) dan taraf survival (1950-1955). Lantas ia menandaskan, ”Sekarang kita berada pada taraf investment, yaitu taraf menanamkan modal-modal dalam arti yang seluas-luasnya: investment of human skill, material investment, dan mental investment.”

Dalam pandangannya, investasi keterampilan dan material amat penting. Namun, yang paling penting investasi mental. Investasi keterampilan dan material tak bisa jadi dasar persatuan dan kemakmuran bersama tanpa didasari investasi mental. Tanpa kekayaan mental, upaya-upaya pemupukan keterampilan dan material hanya akan melanggengkan perbudakan.

Dikatakannya, ”Lebih baik kita membuka hutan kita dan menggaruk tanah kita dengan jari sepuluh dan kuku kita ini daripada menjual serambut pun daripada kemerdekaan kita ini untuk dollar, untuk rubel.” Ditambahkan, ”Mental kita harus mengangkat diri kita di atas kekecilan jiwa yang membuat kita suka geger dan eker-ekeran mempertentangkan urusan tetek bengek yang tidak penting.”

Itulah sebabnya Bung Karno sangat menekankan program nation and character building. Dalam pandangannya, Indonesia adalah bangsa besar, tetapi sering kali memberi nilai terlalu rendah pada bangsanya alias bermental kecil, masih belum terbebas dari mentalitas kaum terjajah yang sering mengidap perasaan rendah diri (minderwaardigheidscomplex).

Bung Karno menyadari bahwa sebagai akibat penjajahan dan feodalisme selama ratusan tahun, terbentuklah karakter rakyat yang disebut ”abdikrat”, meminjam istilah Verhaar dalam bukunya Identitas Manusia. Akibatnya, terbentuklah mentalitas pecundang dengan penuh perasaan tak berdaya dan tidak memiliki kepercayaan diri (self-confidence). Memasuki alam kemerdekaan, Bung Karno menyerukan agar watak demikian harus dikikis habis. Rakyat harus berjiwa merdeka dan berani berkata ”ini dadaku, mana dadamu”, berani mandiri dan menghargai diri sendiri.

Hingga taraf tertentu, usaha nation and character building di masa Soekarno itu berhasil. Rakyat dari Sabang sampai Merauke mulai merasa terikat dalam suatu negara bangsa dan merasa bangga sebagai bangsa Indonesia. Kepercayaan diri bangsa ini juga meningkat berkat kepeloporan Indonesia dalam berbagai isu internasional. Rakyat berani menolak bantuan yang merendahkan bangsa sendiri dengan seruan, ”go to hell with your aid!”

Perbudakan mental

Pemerintah Orde Baru bangkit dengan kebijakan yang memprioritaskan investasi material (material investment). Kebijakan investasi manusia (human investment) lebih menekankan hal-hal yang bersifat kuantitatif dengan memprioritaskan pemacuan pendidikan dasar lewat apa yang dikenal sebagai ”sekolah inpres”.

Investasi mental memang diberikan, tetapi bersifat permukaan. Penataran Pancasila digalakkan, tetapi miskin kreativitas, terlalu menekankan dimensi kognitif (hafalan), serta kurang menyentuh aspek afektif dan dorongan untuk bertindak. Akibatnya, di balik gebyar fisik modernitas kehidupan bangsa, mental bangsa tetap terbelakang.

Orde Reformasi hadir sebagai kulminasi dari paradoks antara kemajuan material dan keterbelakangan mental dengan segala krisis yang menyertainya. Setelah 14 tahun Reformasi tak kunjung mendekati janji-janji kesejahteraan, keadilan, kepastian hukum, serta pemerintahan yang baik dan bersih, mestinya timbul fajar budi kesadaran baru.

Bahwa perbudakan mental merupakan pangkal terdalam yang membuat kekayaan bangsa ini terus dipersembahkan bagi seluas-luasnya kemakmuran asing dan bahwa mental yang terkorupsi (corrupted mind) adalah akar tunjang dari merajalelanya praktik korupsi. Penjelasan tentang hal ini diberikan oleh Plato. Menurut Plato, jiwa manusia terdiri dari tiga unsur: mental (mind), ambisi (spirit), dan selera kesenangan (appetite). Kebaikan hidup tercapai manakala mental yang sehat memimpin atas ambisi dan kesenangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com