JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa kasus dugaan suap proyek revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan (sekarang Kementerian Kehutanan) Anggoro Widjojo tampak emosi ketika Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak memberikan izin rawat inap di rumah sakit. Perdebatan antara Anggoro dan Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati pun terjadi ketika membicarakan izin rawat inap.
"Ini nyawa manusia, Yang Mulia. Saya sekarang sudah stres ini, takut mati. Bisa stroke soalnya," kata Anggoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (21/5/2014).
Hakim menolak memberikan izin karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bersedia memberikan pengamanan kepada Anggoro selama rawat inap di rumah sakit. KPK berpendapat, Anggoro selama proses penyidikan tidak memiliki itikad baik dan kepatuhan terhadap hukum karena melarikan diri.
Nani kemudian menyarankan tim penasihat hukum Anggoro untuk mengajukan permohonan izin rawat jalan selama dua hari. Namun, Anggoro merasa dipersulit karena berulang kali mengajukan izin.
"Ini, kan lempar-lempar terus ini. Dijawab aja bisa atau enggak bisa," kata Anggoro dengan nada tinggi.
Nani pun langsung mengetok palu sebanyak dua kali. Ia lalu mengatakan tetap memperhatikan kesehatan semua terdakwa. Namun, pengamanan juga diperlukan untuk seorang terdakwa yang pernah berstatus buron. Anggoro juga menyatakan bahwa ia tak pernah melarikan diri.
"Saya waktu disidik sudah ditanya. Saya yang menjelaskan bahwa saya tidak pulang karena disuruh tidak pulang oleh Pak ketua KPK, oleh Kabareskrim atas perintah Kapolri. Bagaimana saya pulang," kata Anggoro.
Anggoro bersikeras mengatakan bahwa untuk melakukan kateter, ia harus menjalani rawat inap karena dokter akan terus melakukan pengecekan. Meski demikian, tim penasihat hukum Anggoro akhirnya menyetujui untuk berobat jalan selama dua hari berturut-turut.
Anggoro ditangkap di Tiongkok setelah hampir lima tahun menjadi buronan. Anggoro ditangkap oleh kepolisian Tiongkok karena ketahuan memalsukan dokumen. Dia juga diduga memalsukan identitasnya selama buron.
Anggoro didakwa menyuap Menteri Kehutanan saat itu, MS Kaban, dan Ketua Komisi IV DPR periode 2004-2009, Yusuf Erwin Faisal, serta beberapa pejabat Kemenhut dan anggota DPR. Uang itu diberikan terkait pemberian rekomendasi atau pengesahan rancangan pagu bagian anggaran 69 program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kementerian Kehutanan tahun 2007. Rancangan Pagu Bagian Anggaran Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan itu diajukan oleh Kementerian Kehutanan senilai Rp 4,2 triliun. Adapun proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) senilai Rp 180 miliar termasuk dalam rancangan anggaran itu. Dalam dakwaan, MS Kaban akhirnya menetapkan PT Masaro Radiokom sebagai pemenang proyek SKRT tahun 2007.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.