Prediksi tersebut disampaikan oleh pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jember, Jawa Timur, Himawan Bayu Patriadi. Hal ini disimpulkannya dengan berkaca pada perilaku pemilih pada Pilpres 2004 yang sebagian besar mengidolakan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Dia diidolakan pemilih lintas partai karena figur pribadinya, bukan latar belakang partainya," katanya, Jumat (16/5/2014).
Namun, lanjutnya, meski diuntungkan, Prabowo belum tentu bisa memenangi ajang pemilihan presiden tahun ini begitu saja. Semuanya tergantung pada kemampuan Prabowo dan Gerindra untuk memanfaatkan dan mengemas citra Prabowo menjadi figur yang diidolakan dan dipilih rakyat.
"Saya yakin, hasil pilpres tidak selalu berbanding lurus dengan hasil pileg lalu," tambahnya.
Figur Prabowo juga dinilai lebih potensial dibandingkan Jokowi yang lebih melekat dengan PDI-P. Apalagi, survei Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC) mengungkapkan, tren Jokowi dalam lima bulan terakhir menurun.
Elektabilitas Jokowi mengalami fluktuasi cukup signifikan, yakni 51 persen pada Desember 2013, 39 persen pada Februari 2014, 52 persen pada Maret 2014, dan terakhir 47 persen setelah pemilu legislatif April 2014.
Sementara itu, elektabilitas Prabowo naik cukup stabil, dari 22 persen pada Desember 2013 menjadi 32 persen, setelah pemilu legislatif 2014.
Saat ini, kondisi pemilih cair cukup besar karena peta koalisi yang masih berubah-ubah, termasuk masih adanya sejumlah partai yang belum menentukan pilihan seperti Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Hanura.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.