Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Keberatan jika Muhtar Ependy Tonton Sidang Akil

Kompas.com - 07/04/2014, 18:09 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Miko Fanji Tirtayasa merasa keberatan jika Muhtar Ependy menonton kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan suap sengketa pemilihan kepala daerah dan pencucian uang, dengan terdakwa mantan Ketua MK, Akil Mochtar. Hal itu diakui Miko setelah ditanya oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/4/2014).

"Apakah ada di antara saksi yang membuat saudara tidak bebas memberi keterangan?" tanya Jaksa Elly. "Ada. Om saya pribadi, Bapak Muhtar Ependy," jawab Miko. Jaksa KPK kemudian meminta majelis hakim tipikor menerapkan Pasal 172 Ayat (1) KUHAP.

Tim penasihat hukum Akil tidak sependapat dengan permintaan jaksa KPK. Mereka khawatir Miko justru memberi keterangan tidak benar. Selain itu, mereka tak melihat ada ancaman terhadap Miko karena kesaksian dalam sidang belum dimulai.

"Pasal 172 itu setelah saksi memberi keterangan, baru memberi permintaan. Ini, kan belum beri keterangan," kata Akil.

Muhtar yang mengenakan kemeja oranye itu terlihat duduk di kursi pengunjung paling depan dalam ruang sidang. Ia tersenyum ketika mendengar keberatan anak buahnya itu.

Ketua Majelis Hakim Suwidya tidak langsung memutuskan permintaan jaksa ataupun Akil. Suwidya meminta Miko tidak takut memberi keterangan dengan benar karena keselamatannya dijamin. "Kalau jadi saksi memang begitu perasaannya. Memang tidak enak," ujar Suwidya kepada Miko.

Namun, Miko menegaskan bahwa ia tak mau bersaksi jika ada Muhtar dalam ruang sidang tersebut. Jaksa menyatakan bahwa keterangan saksi harus dijamin kebebasannya dan tanpa di bawah tekanan. Meski demikian, hakim belum bisa memutuskan dan justru bertanya langsung kepada Muhtar.

"Pak Muhtar mau ngikutin (sidang) atau tinggalkan ruangan?" tanya Hakim Suwidya.

"Saya sih fleksibel saja, Pak. Kebetulan juga mau shalat," jawab Muhtar.

Akhirnya Suwidya meminta Muhtar memasuki ruangan setelah Miko selesai memberi kesaksian. Muhtar pun meninggalkan ruang sidang.

Dalam Pasal 172 Ayat (1) KUHAP disebutkan: setelah saksi memberi keterangan, terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.

Muhtar adalah pengusaha pembuat atribut kampanye pilkada yang juga orang dekat Akil. Muhtar diduga menjadi perantara suap untuk Akil dalam pengurusan sengketa pilkada.

Dalam penyidikan pencucian uang Akil, KPK telah menyita puluhan mobil dan juga motor dari Muhtar. Akil juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sejak ia masih menjabat sebagai anggota DPR hingga Ketua MK. Nilai pencucian uang saat menjadi Ketua MK mencapai Rp 161 miliar, sedangkan saat menjadi anggota DPR kira-kira Rp 20 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com