JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi yang diajukan pengamat hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Wiranto menilai putusan tersebut secara tidak langsung merampas hak politik masyarakat dalam mencari pemimpin berkualitas untuk bangsa.
"Berarti ada satu pemaksaan kehendak melalui UU, yang kemudian memasung hak rakyat, memasung hak politik rakyat, memasung keinginan rakyat untuk memilih calon-calon potensial negeri ini," kata Wiranto melalui pernyataan pers yang diterima Kompas.com, Jumat (21/3/2014) malam.
Dalam permohonannya, Yusril menguji Pasal 3 Ayat (4), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 UU Pilpres. Intinya, Yusril meminta agar Pemilu 2014 dilaksanakan secara serentak dan ambang batas pengusungan calon presiden dan wakil presiden oleh partai (presidential threshold) dihapuskan.
Dengan ditolaknya uji materi itu, putusan MK terhadap uji materi UU Pilpres yang diuji Effendi Ghazali tetap berlaku. Pemilu serentak tetap dilaksanakan pada tahun 2019. Presidential threshold juga tidak dihapuskan, tetapi dikembalikan kepada pembuat undang-undang.
"Berarti persidangan di DPR untuk menentukan berapa persen (presidential threshold) akan dilanjutkan," kata Wiranto.
Selain merampas hak rakyat, menurut witanto, penolakan gugatan itu juga akan memberikan kerugian bagi negara. Indonesia yang semula mempunyai putra-putri terbaik untuk dicalonkan justru harus terpaku kepada beberapa tokoh saja.
Menurut Wiranto, putusan MK ini juga akan membuat undang-undang menjadi rancu. Ia mengatakan, bukan tidak mungkin akan timbul potensi digugatnya hasil pemilu ke depan. "Problemnya adalah kita paham bahwa apa yang kita laksanakan ini adalah hal yang salah, tapi kita melakukan hal yang haram dari sudut konstitusi. Sebab, di satu sisi MK mengatakan bahwa pemilu yang dipisahkan itu melanggar UU. Sementara pelaksanaannya nanti 2019," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.