Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadjroel: Jangan Pilih Caleg dan Parpol yang Langgar Aturan Kampanye

Kompas.com - 07/03/2014, 13:38 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik, Fadjroel Rahman, mengajak publik memberi sanksi kepada calon anggota legislatif dan partai politik peserta pemilu yang melanggar aturan kampanye. Ia mengatakan, pemilih sebaiknya tidak memilih caleg dan parpol yang melanggar aturan.

"Jangan pilih caleg ataupun parpol yang melanggar aturan kampanye. Itu sanksi yang bisa kita (publik) berikan. Belum terpilih saja mereka sudah melanggar aturan, bagaimana kalau sudah terpilih," ujar Fadjroel, Jumat (7/3/2014), di Jakarta.

Pegiat media sosial itu mengatakan, pelanggaran aturan kampanye itu antara lain memasang poster caleg di pepohonan ataupun menggunakan baliho atau atribut lain yang tidak sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum.

Fadjroel juga mengingatkan publik untuk tidak memilih parpol yang sudah mulai beriklan di media massa sebelum waktu kampanye, yaitu 16 Maret 2014. Ia mendorong gerakan pemberian sanksi oleh publik karena penyelenggara pemilu dinilai lemah dalam menindak pelanggaran kampanye. "KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) ini lemah sekali. Sedangkan peserta pemilunya nakal dan pandai mencari celah," kata dia.

Ia mengatakan bahwa Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara KPU, Badan Pengawas Pemilu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Pusat (KIP) menyangkut moratorium iklan politik tidak efektif menghentikan iklan politik dan iklan kampanye di media massa. Apalagi, SKB itu tidak mengatur soal pemberian sanksi bagi pelanggar moratorium.

SKB yang ditandatangani pada 28 Februari 2014 itu antara lain berisi imbauan penghentian iklan politik dan iklan kampanye pemilu sebelum jadwal pelaksanaan kampanye pemilu melakui iklan media elektronik, yaitu 16 Maret hingga 5 April 2014.  Pada masa tenang, lembaga penyiaran dilarang menyiarkan pemberitaan, rekam jejak, atau program yang mengandung unsur kampanye, iklan kampanye, dan hasil survei atau jajak pendapat tentang elektabilitas peserta pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com