Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabulkan Uji Materi Antasari soal PK, MK Dinilai Tak Konsisten

Kompas.com - 07/03/2014, 00:42 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak konsisten karena mengabulkan uji materi atas pasal peninjauan kembali (PK), Kamis (6/3/2014). Pada 2010, MK pernah menolak permohonan uji materi terkait perkara yang sama.

"Pertanyaan hukum saya, apa alasan MK berubah sikap hukum. (MK) tidak konsisten. Dalam perkara yang sama, berubah putusan," ujar pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir, saat dihubungi Kompas.com, Kamis. Uji materi ini diajukan oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.

Mudzakir mengatakan, dia pernah menjadi saksi ahli untuk uji materi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada 2010, yang kemudian ditolak. Saat itu, judicial review atau uji materi diajukan Herry Wijaya, Direktur PT Harangganjang.

"Saat itu saya katakan, kepastian hukum harus dijamin, tapi keadilan harus ditegakkan. Pendapat saya ditolak dengan alasan kepastian hukum. Sekarang mahkamah berubah, menerima permohonan berdasarkan argumen keadilan," kata Mudzakir.

Mudzakir mengatakan, MK bisa saja mengubah putusannya asal menyertakan pertimbangan yang jauh lebih lengkap. Namun, menurut dia, MK tidak menyertakan alasan hukum yang lebih lengkap. "Beberapa hakim yang memutus ternyata sama," tambahnya.

Meski mengecam ketidakkonsistenan MK dalam membuat keputusan, Mudzakir mendukung substansi putusan ini. Dia mengatakan, hukum harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Antasari mengajukan uji materi atas Pasal 268 Ayat 3 KUHAP. Atas putusan itu, PK dapat diajukan berkali-kali dengan alasan demi keadilan.

Pada 2010, uji materi UU ini diputuskan oleh M Mahfud MD, Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, Harjono, Muhammad Alim, Arsyad Sanusi, Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi, dan Maria Farida Indrati.

"Upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil," kata Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan pertimbangan putusan.

"Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali."

Usman melanjutkan, mungkin saja setelah PK diajukan dan diputuskan, akan ada keadaan baru yang substansial, yang belum ditemukan pada PK sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Para Mendag APEC 2024 Sepakat Dorong Digitalisasi dalam Perdagangan di Era Modern

Zulhas Sebut Para Mendag APEC 2024 Sepakat Dorong Digitalisasi dalam Perdagangan di Era Modern

Nasional
Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat Sebelum Megawati Ambil Keputusan

Bantah Tak Solid, Elite PDI-P Sebut Semua Kader Boleh Berpendapat Sebelum Megawati Ambil Keputusan

Nasional
BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindak Lanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

BNPT: Indonesia Berkomitmen Tindak Lanjuti Resolusi Penanganan Anak yang Terasosiasi Kelompok Teroris

Nasional
PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

PKS Akui Komunikasi dengan Anies dan Sudirman Said untuk Pilkada DKI

Nasional
Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Bantah Diam-diam Revisi UU MK, Wakil Ketua DPR Ungkit Menko Polhukam Saat Itu Minta Tak Disahkan sampai Pemilu

Nasional
PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

PKS Komunikasi Intens dengan PKB Cari Tandingan Khofifah-Emil Dardak

Nasional
Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak pada Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Gerindra Dukung Khofifah-Emil Dardak pada Pilkada Jatim dan Ahmad Dhani di Surabaya

Nasional
Pertahanan Udara WWF Ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Pertahanan Udara WWF Ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur hingga Helikopter Medis

Nasional
Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Kementan Keluarkan Rp 317 Juta untuk Keperluan Pribadi SYL, Termasuk Umrah, Bayar Kiai, dan “Service Mercy”

Nasional
Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

Nasional
Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL Saat Tak Ada Anggaran

Nasional
Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

Nasional
Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

Nasional
Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

Nasional
Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com