Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membela Diri di Hadapan Hakim, Chairun Nisa Menangis

Kompas.com - 06/03/2014, 14:32 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Terdakwa Chairun Nisa, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar membacakan nota pembelaan (pledoi) atas tuntutan Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (6/3/2014). Sama seperti yang biasa dilakukan terdakwa kasus korupsi lain di hadapan majelis hakim, Nisa sempat menitikkan air mata saat membacakan pledoi.

Dalam pledoi itu, Nisa menyampaikan permintaan maaf kepada anaknya. "Maafkan saya Nak, meskipun saya sekarang di tahanan. Pesan Mamah, jagalah kesehatanmu. Kesehatan ayahmu," kata Nisa dengan nada lirih.

Dalam kesempatan itu, dia juga mengaku keberatan dengan tuntutan jaksa. "Sangat sulit untuk mengerti tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Jaksa menilai kalau menghubungi Akil adalah inisiatif saya, padahal tidak, saya hanya berusaha menolong," ujarnya.

Dia mengaku tidak dapat menerima dan sangat menderita dengan tuntutan yang diajukan jaksa. "Saya tidak paham seluk-beluk penuntutan. Tapi saya merasa derita saya kian bertambah ketika penuntut umum membacakan tuntutannya," ujar Nisa, kali ini sambil menitikkan air mata.

Dia menganggap perbuatannya merupakan niat baik. Namun, menurutnya, justru tidak terbalas dengan kebaikan pula. "Setelah mengurai perjalanan hidup dan politik, serta yang menimpa saya, saya sadar niat baik tidak mendatangkan kebaikan. Nulung kepentung," tutupnya.

Setelah mendengar pledoi dan keterangan dari kuasa hukumnya, Jaksa Penuntut Umum memutuskan untuk menolak pembelaan Nisa. Jaksa tetap teguh dengan tuntutan yang telah diajukannya.

Sebelumnya, Jaksa menuntut Nisa hukuman pidana selama 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara dalam kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Jaksa menilai Nisa terbukti menerima uang dari Bupati Gunung Mas terpilih Hambit Bintih untuk menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Akil Mochtar sebesar Rp 3 miliar.

"Memohon supaya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi. Meminta Majelis Hakim menjatuhkan pidana 7 tahun 6 bulan penjara dikurangi selama dalam tahanan dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Pulung Rinandoro saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (27/2/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com