Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, Budi Mulya Jalani Sidang Perdana Kasus Bank Century

Kompas.com - 06/03/2014, 06:49 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Budi Mulya, akan menjalani sidang perdananya pada kasus dugaan korupsi Bank Century yang digelar dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (6/3/2014).

Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membacakan dakwaan Budi terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) Bank Indonesia untuk Bank Century dan penetapan bank ini sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Di dalam situ (surat dakwaan) cara merumuskannya bahwa terdakwa bersama-sama dengan pihak lainnya. Di situ ada cukup banyak nama, lima sampai enam orang,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Rabu (5/3/2014). Dia mengatakan, surat dakwaan disusun secara kumulatif, yakni primer dan subsider, dengan tebal sekitar 180 halaman.

Menurut Bambang, dakwaan itu juga akan mengungkap banyak informasi penting yang selama ini belum pernah muncul ke publik. "Banyak informasi penting yang berupa komunikasi-komunikasi informal, yang menjadi bagian penting dari dakwaan itu," ujar dia.

Budi diduga telah menyalahgunakan wewenang dan melakukan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi  sehingga menimbulkan kerugian pada keuangan negara. Ia dijerat Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam perkara ini, Budi juga dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan. Ratusan saksi telah diperiksa dalam kasus ini, termasuk Wakil Presiden Boediono. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia saat FPJP diberikan kepada Bank Century.

Bambang mengatakan, semua keterangan saksi yang pernah diperiksa di KPK tercantum dalam berkas perkara, termasuk surat dakwaan. "Yang saya mau sampaikan adalah ada 120 (saksi) dan ada 10 (saksi) ahli. Semua orang itu ada dalam berkas perkara. Tidak ada satu pun yang dihilangkan."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com