JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak yakin partai politik bakal menuruti surat keputusan bersama (SKB) moratorium iklan kampanye. Hal itu karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum masih memiliki celah sehingga parpol bisa lolos dari jerat sanksi jika melakukan iklan terselubung di luar waktu yang ditetapkan.
"Kami kemarin membahasnya, bagaimana supaya lembaga penyiaran dan parpol bisa ikut dalam gerakan moral ini. Targetnya itu awalnya, tapi perkembangannya masih seperti biasa," ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik di Kompleks Kepresidenan, Selasa (4/3/2014).
Husni mengaku agak sulit untuk menilai pelanggaran iklan-iklan politik dari kacamata Undang-Undang Pemilu. Ia mengatakan, dalam undang-undang tersebut, definisi kampanye bersifat kumulatif. Hal itu berarti kampanye mencakup pemaparan visi dan misi, ajakan memilih, pemaparan program, dan pencantuman logo partai.
"Jadi, kalau undang-undangnya belum berubah, maka praktiknya tidak akan berubah juga," kata Husni.
Sejak moratorium iklan disepakati dalam SKB Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Legislatif, tidak ada satu pun parpol yang mencopot iklan-iklannya yang sudah tayang di layar kaca. Padahal, SKB ini memuat larangan lembaga menayangkan iklan yang berbau politik. Moratorium iklan dilaksanakan hingga kampanye terbuka pada 15 Maret 2014. Adapun gugus tugas itu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Informasi Pusat (KIP). SKB moratorium iklan politik dibuat untuk memastikan berjalannya aturan main yang sudah dibuat untuk memenuhi prinsip keadilan dan akses yang sama bagi peserta pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.