"Ini sejarah panjang. UU Tipikor itu ditangani dengan cara khusus. Dan ini jadi problematik secara sejarah," kata Oce dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (1/3/2014).
Oce menerangkan, sejarah pemberantasan korupsi telah dimulai sejak Indonesia merdeka. Saat itu pada tahun 1950-an, KUHP dianggap tidak dapat mengakomodir penanganan kejahatan korupsi yang terus berkembang. "KUHP saat itu menyebutnya kejahatan jabatan," ujarnya.
Kemudian, pada 1960-an, parlemen saat itu berpikir bahwa penanganan korupsi harus ditangani dengan UU khusus. Pasalnya, korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa yang dapat merugikan perekonomian dan keuangan negara. Lebih jauh, ia mengatakan, saat itu Indonesia sedang fokus pada upaya pembangunan dan penguatan ekonomi. Sehingga, dimulailah pembahasan untuk mengeluarkan pasal-pasal tentang korupsi dari KUHP.
"Dan tahun 1971 disahkan UU Tipikor. Itu mengambil kejahatan jabatan," katanya.
Kemudian pada 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat saat itu menilai banyak ketidakpuasan dengan UU khusus produk tahun 1971. Indonesia yang baru saja meninggalkan Orde Baru dan masuk ke era reformasi. Menurut Oce, banyak kasus korupsi yang mencuat di permukaan. Akhirnya pada tahun 2001, kembali dikeluarkan UU khusus yang mengatur penanganan korupsi tersebut. Tidak hanya itu, UU khusus itu juga dilengaki dengan lembaga khusus yang menangangi persoalan korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saat itu kepolisian dan kejaksaan diniliai tidak efektif dalam memberantas korupsi. UU yang mengatakan, di pertimbangan hukum mengatakan lembaga hukum yang ada tidak efektif dan efisien. Maka kita butuh KPK," ujarnya.
Oce menambahkan, rencana untuk mengembalikan pasal korupsi ke dalam KUHP telah menjungkir-balikkan logika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.