Berkas perkara setebal itu memuat kasus dugaan suap pengurusan sengketa atau permohonan keberatan Pilkada Lebak, Banten, hingga Merauke, Papua, di Mahkamah Konstitusi (MK). Sore itu, Kamis (20/2/2014), Akil harus bertukar posisi. Ia tak lagi duduk di kursi hakim yang mulia. Sore hingga malam, Akil duduk di kursi biasa, berhadapan dengan lima Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Dari orang yang biasa mengadili, kini Akil akan menjadi pihak yang diadili. Mengenakan batik lengan panjang warna hijau, Akil tampak santai. Akil juga mendengarkan dengan tenang ketika Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan setebal 63 halaman.
Akil didakwa menerima hadiah atau janji terkait 15 sengketa pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Uang itu ada yang diterima Akil melalui advokat Susi Tur Handayani, anggota DPR Chairun Nisa, dan kerabat Akil bernama Muhtar Ependy.
Nilai paling rendah yang diterima Akil ialah Rp 500 juta terkait sengketa Pilkada Lampung Selatan, sedangkan nilai paling tinggi ialah Rp 19,8 miliar terkait sengketa Pilkada Palembang, Sumatera Selatan.
Untuk beberapa pilkada, pemberian uang itu diawali dari permintaan Akil. Uang itu diduga untuk memengaruhi Akil dalam memutus perkara keberatan hasil pilkada. Total uang maupun janji yang diterima Akil dari sengketa pilkada tersebut mencapai Rp 50 miliar.
Akil juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sejak ia masih menjabat anggota DPR hingga Ketua MK. Nilai pencucian uang saat menjadi Ketua MK mencapai Rp 161 miliar, sedangkan saat menjadi anggota DPR sekitar Rp 20 miliar. Namun, Akil membantah dakwaan itu. "Omong kosong itu," kata Akil saat sidang diskors untuk shalat maghrib.
Akil mengatakan akan membuat nota keberatan atau eksepsi pribadi dengan tulisan tangan. Asal tahu saja, di balik jeruji besi rumah tahanan KPK, Akil tidak boleh membawa laptop dan alat komunikasi lainnya.
Berikut sengketa pilkada tersebut.
1. Sengketa Pilkada Lebak. Akil disebut menerima suap Rp 1 miliar dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dan calon bupati Lebak saat itu, Amir Hamzah.
2. Sengketa Pilkada Gunung Mas. Akil menerima uang Rp 3 miliar dari Bupati Gunung Mas terpilih Hambit Bintih melalui anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa.
3. Sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang. Akil menerima Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS dari calon bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri, melalui Muhtar Ependy.
4. Sengketa Pilkada Palembang. Akil menerima Rp 19,8 miliar dari Wali Kota Palembang Romi Herton melalui Muhtar Ependy.
5. Sengketa Pilkada Lampung Selatan. Akil menerima Rp 500 juta dari pasangan calon bupati Lampung, Rycko Menoza dan Eki Setyanto, melalui advokat Susi Tur Handayani.
6. Sengketa Pilkada Kabupaten Buton. Akil menerima Rp 1 miliar dari calon bupati Buton saat itu, Samsu Umar Abdul Samiun.
7. Sengketa Pilkada Kabupaten Pulau Morotai. Akil menerima Rp 2,989 miliar dari calon bupati Morotai saat itu, Rusli Sabua.
8. Sengketa Pilkada Tapanuli Tengah. Akil menerima Rp 1,8 miliar dari calon bupati Tapanuli Tengah saat itu, Raja Bonaran Situmeang.
9. Sengketa Pilkada jawa Timur. Akil disebut menerima janji pemberian uang sebesar Rp 10 miliar dari Zainudin Amali selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai Golkar Jawa Timur yang juga Ketua Bidang Pemenangan Pilkada Jawa Timur untuk pasangan Soekarwo dan Saifullah Yusuf. Uang itu belum sempat diserahkan karena Akil sudah ditangkap petugas KPK.
10. Sengketa Pilkada Banten. Akil disebut menerima Rp 7,5 miliar dari Wawan.
Terakhir, untuk sengketa Pilkada Kota Jayapura, Kabupaten Nduga, Kabupaten Asmat, Boven Digoel, dan Kabupaten Merauke, Akil menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem.