"Biasa demokrasi, kalau ada satu gagasan, ada yang setuju, ada yang tidak. Kalau tidak setuju, ya sudah, dicoret saja," kata Mahfud, di sela-sela acara sarasehan caleg HMI, di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Mahfud mengungkapkan, awalnya ia mendukung jika negara membiayai saksi di TPS. Alasannya, dari pengalamannya menangani perkara sengketa pemilihan kepala daerah, diketahui banyak saksi di sejumlah TPS yang tidak bekerja optimal dan tak bertanggung jawab pada kandidat yang membayarnya. Mereka dengan mudah mengalihkan dukungan dan menjual suara kepada kandidat lainnya. Untuk mencegah praktik kotor itu, menurut dia, sebaiknya saksi dibiayai oleh negara.
"Tapi tidak perlu tiap parpol. Misalnya satu TPS dua saksi karena dulu banyak saksi yang jual suara, menolak tanda tangan dan lainnya. Saya hanya melihat segi tertentu selama menangani perkara di MK. Kalau dianggap tidak baik, ya sudah," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana mengeluarkan dana saksi partai politik yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan partai politik. Setiap saksi dibayar Rp 100.000 untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Keputusan itu menuai penolakan dari beberapa partai. Pertentangan juga muncul di DPR. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, dana saksi itu tak akan cair jika tak ada lembaga yang bersedia mengelolanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.