Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Penyiaran, Pemerintah dan DPR Beda Pendapat soal Investasi Asing di Lembaga Penyiaran

Kompas.com - 05/02/2014, 04:59 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat masih menggodok Rancangan Undang-Undang Penyiaran bersama pemerintah. Salah satu materi yang menjadi perdebatan adalah usulan larangan investasi asing di lembaga penyiaran swasta yang diajukan oleh Komisi I DPR.

“Komisi I DPR meminta, lembaga penyiaran swasta yang free to air, atau TV tidak berbayar, tidak boleh ada investasi asing,” ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Selasa (4/2/2014). Namun, Mahfudz menuturkan bahwa usulan ini ditolak pemerintah.

Pemerintah, kata Mahfudz, berkeras bahwa investasi asing diperbolehkan dengan batasan maksimal kepemilikan saham sebesar 20 persen. Namun, ujar dia, pemerintah belum bisa memberikan ketentuan bagi kepemilikan televisi di bawah holding company yang sahamnya dimiliki pihak asing.

Menurut Mahfudz, pelarangan investasi asing ini diperlukan terkait dengan keamanan nasional. Pelarangan serupa, kata politisi Partai Keadilan Sejahtera ini, sudah diterapkan di Australia dan China.

“Kalau TV free to air itu ada investor asing, maka dengan gampang dia (investor asing) memasukkan programnya. Indikasi memang belum ada, tapi di beberapa negara bahkan di negara liberal sekalipun, mereka terapkan zero percent investasi asing,” ucapnya.

Terkait pembahasan RUU Penyiaran, pemerintah telah menyerahkan 858 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang sudah dikelompokkan. Terdapat 106 masalah yang berkategori sama antara pemerintah dan DPR.

Pemerintah mengajukan 122 DIM berupa perubahan rumusan redaksional. Kemudian, 331 DIM yang diusulkan pemerintah dihapus.

Lalu, pemerintah mengusulkan DIM baru sebanyak 299 hal. Ada beberapa isu yang diangkat dalam RUU ini, yakni terkait bentuk sistem penyiaran, kepemilikan media, dan masalah pengawasan.

Sempat terjadi perdebatan atas draf RUU Penyiaran yang diajukan pemerintah. Draf itu dianggap sangat otoriter dan mematikan demokrasi dengan mengembalikan kekuasaan pemerintah dalam fungsi pengawasan dan pembinaan.

Draf tersebut bahkan dianggap telah mengambil alih peran Komisi Penyiaran Indonesia, sebagai lembaga independen yang mengawasi penyiaran di Indonesia. Komisi I DPR telah melakukan studi banding ke Amerika Serikat, Australia, dan Inggris untuk menyiapkan draf RUU Penyiaran versi DPR yang diklaim lebih demokratis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com