Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP: Mengapa MK Lambat soal Putusan UU Pilpres?

Kompas.com - 23/01/2014, 17:24 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sekretaris Dewan Pakar DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani menyayangkan keterlambatan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

"Kenapa baru sekarang dibacakan? Kalau sejak tahun lalu pasti ada waktu untuk mempersiapkannya," kata Yani, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (23/1/2014).

Anggota Komisi III DPR itu menuturkan, putusan MK tersebut secara tak langsung menyatakan bahwa UU Pilpres tersebut inkonstitusional. Dengan begitu, Yani mengaku tak menemukan alasan mengapa MK baru memberlakukan pemilu serentak di 2019. Baginya, pemilu serentak atau terpisah tak menjadi persoalan.

Pasalnya, PPP menginginkan penghapusan syarat presidential threshold dalam pengusungan bakal calon presiden di Pemilihan Umum Presiden. "Kalau 2019 dianggap inkonstitusional, kok sekarang konstitusional? Logika hukum apa yang dipakai MK? Ini kekeliruan, pangkal utamanya adalah karena MK terlalu lama menggorengnya," tandasnya.

MK mengabulkan uji materi UU Nomor 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan akademisi Effendi Ghazali bersama Koalisi Masyarakat Untuk Pemilu Serentak. Putusan itu berlaku pada Pilpres 2019.

"Mengabulkan permohonan pemohon," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (23/1/2014).

Pasal yang diajukan, yakni Pasal (3) ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112. Dengan dikabulkannya gugatan ini, penyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019 dan seterusnya akan digelar serentak, sehingga tak ada presidential threshold untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Pileg dan Pilpres 2014 tetap dilaksanakan terpisah. Mahkamah berpendapat, putusan ini tidak dapat diterapkan untuk 2014 karena pemilu yang sudah terjadwal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com