Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jauhari, Sesama Terdakwa Kasus Al Quran, Tolak Ungkap Peran Wamenag

Kompas.com - 06/01/2014, 23:35 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Ahmad Jauhari enggan berkomentar soal keterlibatan Wakil Menteri Agama Nasarudin Umar dalam dugaan korupsi pengadaan Al Quran di Ditjen Binmas Islam Kemenag pada 2011-2012. Dia menjadi salah satu terdakwa kasus tersebut.

“Wah, itu nanti akan ditelusuri oleh KPK dalam persidangan. Tidak ada komentar saya soal itu, karena saya dengan Pak Nasaruddin dalam konteks ini tidak banyak berkomunikasi masalah-masalah teknis. Beliau enggak tahu dengan siapa yah,” kata Jauhari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (6/1/2014).

Dalam dakwaan, Jauhari disebut bersama-sama Nasaruddin diduga melakukan korupsi dalam pengadaan Al Quran tersebut. Selain soal Nasarudin, Jauhari juga tak banyak komentar soal kasus yang menjeratnya itu. “Saya tanya pada wartawan, emang saya ada tampang korupsi? Saya ini enggak ada potongan koruptor,” jawab Jauhari ketika ditanya seputar kasusnya.

Kuasa hukum Jauhari, Ahmad Rivai mengatakan dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) banyak yang tidak sesuai dengan perbuatan kliennya. Meski demikian, mereka tak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan itu.

“Beliau tidak pernah memerintah dan sebagainya. Terdakwa tidak pernah menyuruh menelepon. Kami sengaja tidak lakukan eksepsi, kami langsung pembuktian. Masing-masing kita punya cara untuk lakukan pembelaan,” kata Rivai.

Jauhari didakwa bersama-sama  Abdul Karim, Mashuri, Nasaruddin Umar, Zulkarnaen Djabar, Fahd El Fouz, Direktur Utama PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (PT A3I) Ali Djufrie, dan Direktur Utama PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI) Abdul Kadir Alaydrus dalam kasus ini. Dia didakwa telah memperkaya diri sendiri sebanyak Rp 100 juta dan 15.000 dollar AS dari proyek tersebut.

Dalam dakwaan, Jauhari disebut pula telah memperkaya Mashuri senilai Rp 50 juta dan 5.000 dollar AS. Dia juga didakwa memperkaya PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara milik keluarga Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetia sebanyak Rp 6,750 miliar, PT A3I sebesar Rp 5,823 miliar, dan PT SPI sebesar Rp 21,23 miliar.

Dalam kasus ini, Jaksa menjelaskan bahwa Fahd bersama putra Zulkarnaen, Dendy Prasetia pernah bertemu dengan Nasaruddin yang saat itu masih menjabat Dirjen Bimas Islam, dan Abdul Karim, Sesdirjen Bimas Islam. Fahd mengaku sebagai utusan Zulkarnaen dan mengatakan pekerjaan proyek tersebut akan diserahkan padanya.

Kemudian, menurut Jaksa, Nasaruddin, Abdul Karim, dan Jauhari menyatakan siap membantu pelaksanaan proyek tersebut. Akhirnya PT A3I ditentukan sebagai pemenang proyek pada 2011. Dalam kasus ini, Jauhari merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek itu.

Sementara itu, untuk proyek pengadaan Al Quran untuk 2012 Jauhari menetapkan PT SPI sebagai pemenang tender. Atas keputusannya itu, jauhari menerima uang dari Abdul Kadir ataupun Ali Djufrie sebesar Rp 100 juta dan 15.000 dollar AS. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perbuatan Jauhari diduga telah merugikan keuangan negara Rp 27,056 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com