JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Kabinet Dipo Alam membanggakan kebebasan berpendapat di masa sembilan tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak ada penangkapan terhadap mereka yang mengkritik meskipun tanpa bukti. Tidak ada juga media massa yang diberedel.
"Tidak ada yang ditangkap masuk penjara karena kritik Presiden. Tidak ada beredel untuk pers. Bebas kritik walau mengutip sana-sini tanpa bukti," kata Dipo melalui akun Twitter-nya @dipoalam49, Jumat (25/10/2013).
Dipo menyinggung penahanan terhadapnya menjelang Pemilihan Presiden tahun 1977. Ketika itu, Dipo mencalonkan Ali Sadikin sebagai presiden. Dipo merasa seperti ayam yang ditangkap lalu dilepas tanpa pengadilan.
Dipo bercerita, ia dipanggil Pangkopkamtib Soedomo satu hari setelah dibebaskan dari tahanan. Kepada Soedomo, Dipo bertanya mengapa dirinya ditahan. Jawaban Soedomo ketika itu, menurut Dipo, lantaran dirinya mencalonkan Ali Sadikin sebagai presiden.
Dalam rangkaian tweet-nya, Dipo bercerita isi pembicaraan dengan Soedomo. Salah satunya berisi nasihat dari Soedomo.
"Nasihat saya, Dipo. Kamu boleh kritik jenderal dan menteri siapa saja. Tapi jangan sekali-kali yang 'satu' itu dan keluarganya," kata Dipo menirukan pernyataan Soedomo.
Dipo kemudian membandingkan dengan apa yang dialami SBY dan keluarganya selama sembilan tahun terakhir. Di era reformasi, "yang satu itu dan keluarganya" bisa "bebas-bas dikritik (sampai) bonyok-nyok," kata dia.
Dipo lalu menyinggung kampanye yang semakin masif belakangan ini soal kondisi orde baru (orba). Dengan memasang wajah Presiden kedua Soeharto, kampanye dalam berbagai media itu menyebut bahwa zaman orba lebih enak.
"Piye Kabare? Enak jaman ku to? 32 tahun Presiden aman tenterem daripada kritik pers," kata Dipo.
Di akhir tweet-nya, Dipo berpesan kepada mereka yang ingin menggantikan SBY sebagai Presiden di 2014.
"Masa Kepresidenan SBY tinggal setahun lagi genap 10 tahun. Yang menggadang-gadang capres, sabar, SBY tidak bisa maju Presiden lagi," tulisnya.
Seperti diberitakan, Presiden SBY merasa dirinya salah satu korban pers. Namun, SBY berterima kasih karena kritikan dan kecaman yang dilakukan media telah menjadi cambuk untuk melaksanakan tugasnya lebih baik dan menjadikan dirinya bertahan.
Ketika bersilaturahim dengan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia di Kalimantan Selatan, SBY curhat mengenai pemberitaan media massa, antara lain berita-berita yang muncul karena sumbernya tidak jelas, penggunaan media sosial sebagai sumber berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, berita berbau fitnah, pers yang mengadili, serta banyak berita yang tidak melalui cross-check.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.