Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/10/2013, 10:35 WIB

Oleh:

KOMPAS.com - SEORANG perempuan muda, dengan potret kemiskinan di wajahnya. Rambut tipis dan kusam.Wajahnya adalah luka yang pedih, tak ada pancaran masa depan di dua bola matanya. Dua tangannya disatukan borgol besi. Tertunduk di bangku pesakitan, bersandal jepit hitam. Bibirnya tak henti lantunkan doa dalam syair lirih yang tak bersuara.

”Yang Arif, perempuan muda ini adalah korban perdagangan manusia. Dia berasal dari daerah termiskin di Indonesia,” begitu kata sang pembela di ruang sidang Mahkamah Kota Bharu, Klantan, Malaysia.

Perempuan muda itu bernama Wilfrida Soik, asal Belu, Nusa Tenggara Timur. Gadis miskin pencari batu, yang hanya sekolah sampai kelas lima sekolah dasar. Dikirim ke Malaysia manakala Indonesia sedang menyatakan moratorium, tak boleh ada pengiriman PRT ke Malaysia. Moratorium itu ditetapkan pemerintah pada 29 Juni 2009. Pada Oktober 2010 Wilfrida diberangkatkan ke Malaysia, usianya masih 17 tahun. Namun, dokumen resmi negara menyatakan saat itu ia berusia 21 tahun. Wilfrida tidak sendiri, pada bulan dan tahun yang sama, data membuka tabir. Tak kurang dari lima ribu PRT baru asal Indonesia datang dan bekerja di Malaysia. Artinya, jalan yang ditempuh bukan jalan resmi meski dokumen seolah resmi. Jalan itu adalah jalur perdagangan manusia.

Bonus atau bencana?

Bonus demografi adalah tingginya angkatan usia produktif. Kabarnya, 20 hingga 30 tahun ke depan Indonesia akan mengalami keuntungan dalam peta ekonomi karena angka usia produktif yang besar. Jika sekarang satu orang pada usia produktif menanggung lima puluh satu orang, tahun 2020 hanya satu berbanding tiga puluh. Pertanyaannya sederhana, peta ekonomi yang dimaksud adakah akan membuka jalan ekonomi mandiri bagi rakyat? Bukankah para korban perdagangan manusia pun dipekerjakan, atau tepatnya dipaksa kerja tanpa jaminan perlindungan hukum, ekonomi, dan sosial?

Hakikat apa yang ada di balik peta ekonomi seperti ini yang katanya akan memberi keuntungan karena bonus demografi? Jika demikian adanya, apa yang dibanggakan dari bonus demografi tak lebih sebuah fatamorgana. Seolah peta ekonomi yang diciptakan sistem ekonomi pasar adalah hal yang menakjubkan. Teori-teori akademis dari para pakar dihadirkan seolah memberikan harapan karena memberi kesan ilmiah. Membuai, tetapi sesungguhnya menindas.

Apabila sistem yang dijalankan dan dipertahankan di Indonesia adalah sistem yang berlaku pada masa kolonial, saya lebih percaya pada apa yang dikatakan Soekarno dalam Indonesia Menggugat tentang bonus demografi: ” …tambahnya jumlah jiwa yang pesat ialah berkembang biaknya rakyat katulistiwa yang korat-karit dan diperlakukan tidak semena-mena…. Lagi pula, tambahnya penduduk tidak selamanya berarti kemakmuran, tambahnya penduduk tidak selamanya berarti kesejahteraan umum....”

Pemikir globalisasi Thomas Friedman mengatakan, di era globalisasi dunia kian rata. The world is flat. Artinya, lalu lintas barang dan manusia berjalan tanpa hambatan. Saya khawatir jalan tol globalisasi justru akan melahirkan bencana-bencana kemanusiaan. Dalam konteks peradaban yang disebut zaman globalisasi, komodifikasi perempuan dianggap hal yang lazim. Lahirnya kemajuan teknologi dan perkembangan kehidupan modern justru melahirkan persepsi yang miris bagi perempuan: komoditas yang bisa diperdagangkan dan diperjualbelikan.

Tahun lalu PBB menyatakan Indonesia berada pada posisi kedua di dunia sebagai negara tempat terjadi tragedi perdagangan manusia. Indonesia dikenal sebagai negara pengirim, negara transit, sekaligus penghasil perdagangan manusia. Sementara dari data yang disampaikan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Indonesia menempati urutan pertama. Yang teridentifikasi, selama periode 2005-2012 sebanyak 4.668 korban perdagangan manusia berwarga negara Indonesia. Data ini tidak menunjukkan realitas yang sesungguhnya. Jumlahnya bisa berkali-kali lipat karena persoalan perdagangan manusia ibarat gunung es. Tak terungkap seluruhnya ke permukaan.

Mayoritas korban perdagangan manusia adalah perempuan (80 persen) dengan tingkat pendidikan mayoritas SD (30,64 persen). Provinsi dengan jumlah korban terbesar Jawa Barat 1.218 orang (26,9 persen), disusul Kalimantan Barat (15,62 persen), Jawa Tengah (12,62 persen), Jawa Timur (11,85 persen), NTB (6,11 persen), Sumatera Utara (5,85 persen), dan NTT (5,29 persen). Penyebab korban terperangkap, paling utama karena masalah ekonomi (87,65 persen). Mereka mengalami ”kerja paksa” dengan berbagai kekerasan: ekonomi, fisik, psikologis, hingga seksual, bahkan tak jarang berujung penghilangan nyawa. Wilayah kerja dan profesi para korban mayoritas sebagai PRT (56,99 persen), prostitusi (16,53 persen), nelayan (5,93 persen), perkebunan (5,15 persen), pelayan (2,38 persen), pabrik (2,22 persen), dan konstruksi (1,99 persen).

Negara yang menampung dan mempekerjakan korban perdagangan manusia asal Indonesia adalah Malaysia serta beberapa negara di Timteng dan ASEAN. Para korban dibawa melalui titik embarkasi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jakarta, Surabaya, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Para pelaku perdagangan manusia internasional bekerja sama dengan pelaku di Indonesia. Pelaku bisa calo atau broker, oknum di PJTKI, teman sendiri, anggota keluarga, tetangga. Tentu mereka tak bekerja sendiri, perlu ”dokumen negara” untuk membawa korban, di dalam maupun ke luar negeri. Dengan demikian, disinyalir ada keterlibatan oknum aparat pemerintah dari level desa hingga pusat. Dalam beberapa kasus, terindikasi keterlibatan oknum aparat keamanan.
Perangi perdagangan

Tulisan ini sama sekali tidak untuk menyalahkan siapa pun. Tulisan ini sekadar mengajak semua pihak terlibat dalam memerangi perdagangan manusia. Wilfrida sedang menunggu vonis digantung hingga mati karena dakwaan pembunuhan terhadap majikan, tanpa diungkap kekerasan terhadap dirinya yang melatarbelakangi tindakannya. Biarlah proses hukum berjalan, tak boleh intervensi. Tapi, tentu saja, jangan biarkan ia sendiri. Pendampingan hukum dari pemerintah dan dukungan dari semua pihak di Indonesia sangat berarti bagi Wilfrida. Di sisi lain, Wilfrida telah membuka jalan bagi kita semua, khususnya pemerintah, untuk membongkar sindikat perdagangan manusia. Tak cukup retorika, tak cukup UU. Butuh kerja keras untuk menghadapi para pelaku. Beri sanksi berefek jera kepada siapa pun pelakunya.

Tidakkah malu hati? Pertumbuhan ekonomi yang digembar-gemborkan ternyata menghasilkan kemiskinan yang menjadikan rakyat komoditas. Ini bukan cacian, ini data dan fakta. Perdagangan manusia di Indonesia bukan rekaan belaka. Pilihannya, akhiri gurita sindikat perdagangan manusia atau Wilfrida-Wilfrida lain akan antre menuju tiang gantungan. Jelas, bukan peradaban seperti ini yang kita impikan sebagai bangsa merdeka. Jelas, kita butuh sistem ekonomi yang memberdayakan, bukan memperdaya rakyat!

Rieke Diah Pitaloka, Anggota Komisi IX DPR F-PDIP

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com