Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/10/2013, 20:08 WIB
Hindra Liauw

Penulis



YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Menko Polhukam Djoko Suyanto menjabarkan, ada tiga substansi yang tercantum pada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (17/10/2013). Ketiga substansi itu terkait penambahan persyaratan menjadi hakim konstitusi, mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi, serta perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.

Tidak menjadi anggota parpol

"Substansi pertama, untuk mendapatkan hakim konstitusi yang makin baik dan dipercaya, syarat hakim konstitusi pada Pasal 15 ayat 2 huruf (i) ditambahkan, 'tidak menjadi anggota parpol dalam jangka waktu paling cepat tujuh tahun sebelum diajukan menjadi hakim konstitusi'," kata Djoko di Yogyakarta, Kamis.

Uji kepatutan

Substansi kedua, calon hakim konstitusi akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh panel ahli. Panel ahli yang beranggotakan tujuh orang ini dibentuk oleh Komisi Yudisial. Anggota panel terdiri dari tiga orang yang masing-masing diusulkan oleh MA, DPR, dan pemerintah, serta empat orang pilihan KY atas usulan masyarakat. Keempat ini terdiri dari mantan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, akademisi dan praktisi di bidang hukum.

"Penambahan mekanisme ini merupakan respon atas opini publik yang berkembang. Mekanisme dan pengajuan disempurnakan sehingga memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai harapan publik seperti yang tercantum pada Pasal 19 UU MK tentang Persyaratan dan Pengajuan Hakim Konstitusi," tambah Djoko.

Majelis kehormatan

Sementara itu, substansi ketiga terkait pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi yang bersifat permanen. Majelis kehormatan ini terdiri dari lima anggota. Kelimanya adalah mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, dua akademisi, serta tokoh masyarakat.

Majelis kehormatan ini akan dibantu oleh sebuah sekretariat yang berkedudukan di KY. Sekretariat ini bertugas mengelola rumah tangga dan administrasi majelis kehormatan.

Menyelamatkan MK

Djoko mengatakan, penerbitan perppu ini merupakan upaya Presiden untuk menyelamatkan dan memperkuat MK.

"Semangat penerbitan perppu ini adalah untuk memperkuat dan meningkatkan confident MK sehingga bisa melaksanakan tugas lebih baik. Saya kira semua paham, di sebuah negara demokrasi, tidak boleh ada lembaga yang tidak diawasi," ujar Djoko.

Presiden, kata Djoko, menyadari bahwa pascapenangkapan dan penahanan Ketua MK Akil Mochtar terkait skandal pemilu kepala daerah di Gunung Mas dan Lebak, tingkat kepercayaan publik terhadap MK anjlok. Upaya memulihkan kepercayaan publik dipandang penting.

"Apalagi tahun depan kita akan menyelenggarakan Pemilu 2014. Dalam perhelatan pemilu 2014, peran MK menjadi sangat penting, utamanya untuk menyelesaikan persengketaan hasil pemilu," kata Djoko.

Djoko juga menyampaikan, proses penyusunan perppu ini melibatkan Wakil Presiden Boediono, anggota Kabinet Indonesia Bersatu II, di antaranya Menko Polhukam, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, serta Dewan Pertimbangan Presiden.

Selain itu, Presiden juga melibatkan guru besar hukum tata negara, mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, ahli penyusun peraturan dan perundang-undangan. Penyusunan perppu dikatakan dilakukan secara cermat dan hati-hati agar tujuan penyelamatan MK dapat tercapai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com