"Perppu itu rentan ditinjau. Yang aman, pengaturan dilakukan dengan perubahan konstitusi yang mengatur soal MK," ujar Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, saat dihubungi, Senin (7/10/2013).
Ia mengatakan, dengan pengaturan soal wewenang, terutama pengawasan hakim konstitusi, tidak ada lagi perdebatan, apalagi pembatalan wewenang pengawasan terhadap MK. Tetapi, dia mengakui, saat ini dibutuhkan peraturan yang dapat segera diterbitkan untuk dapat mengawasi MK.
Menurutnya, perppu dapat menjadi alternatif yang jitu dalam mengatur hal-hal terkait dengan MK.
"Dalam keadaan yang darurat seperti ini, di mana ada situasi yg penting, mendesak, perppu bisa diterapkan untuk membersihkan MK ini. Secara teoritik perppu dimungkinkan saja," lanjut Suparman.
Ia mengungkapkan, harus ada terobosan hukum yang tidak melanggar hukum untuk membersihkan MK.
"MK ini harus kita selamatkan. Hakim-hakimnya sih, kalau memang terbukti salah, ya digulung saja," katanyaa.
Sebelumnya, Suparman mengatakan, pengawasan terhadap MK tidak dapat diatur dalam undang-undang (UU). Pasalnya, MK sudah pernah membatalkan norma hukum wewenang KY untuk mengawasi hakim MK pada tahun 2006 lalu.
"Putusan MK itu kan sederajat dengan konstitusi. Kalau ada lagi UU yang melanggar putusan itu, ini sama saja kita main kucing-kucingan dalam hukum," katanya, Kamis (3/10/2013) lalu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan segera membuat peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk dalam kaitannya dengan seleksi hakim Mahkamah Konstitusi.
Menurut Presiden, langkah itu dilakukan dalam rangka untuk merespon krisis yang terjadi di lembaga tinggi negara itu sehubungan dengan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi pemberantasan Korupsi (KPK).
"Bagaimanapun, MK memiliki keputusan yang mutlak dan final dan keputusannya harus dilaksanakan oleh semua pihak. Memahami semua hal yang terjadi saat ini, saat ini perlu dijalankan agenda dan langkah penyelamatan MK,” ujar Presiden, Sabtu (5/10/2013).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.