Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Refly: Saya Lihat Rp 1 Miliar untuk Akil Mochtar

Kompas.com - 04/10/2013, 17:16 WIB
Icha Rastika

Penulis

 


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Dugaan keterlibatan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus suap-menyuap bukan kali ini saja terendus. Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, sebenarnya sudah mengungkapkan isu tak sedap ini sejak tiga tahun lalu. Ketika itu, Refly ditunjuk Ketua MK Mahfud MD untuk menjadi anggota tim investigasi yang membuktikan dugaan suap-menyuap di lingkungan MK.

Tim investigasi ini dibentuk sebagai tindak lanjut atas tulisan Refly dalam surat kabar pada 25 Oktober 2010 yang mempertanyakan kebersihan MK. Dalam tulisannya yang berjudul "MK Masih Bersih?", Refly mengungkap sejumlah praktik suap-menyuap terkait pilkada yang dia ketahui.

Beberapa hari yang lalu, menyusul penangkapan Akil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Refly kembali mengungkapkan apa yang dia ketahui mengenai dugaan penerimaan suap oleh Akil. Seusai mengikuti wawancara dengan salah satu televisi nasional di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (3/10/2013), Refly mengaku pernah melihat uang Rp 1 miliar yang akan diberikan kliennya kepada Akil terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah Simalungun pada 2010.

"Lalu, ada fakta lain yang saya ungkapkan agak keras waktu itu, melihat Rp 1 miliar dalam bentuk dollar yang menurut pemiliknya akan diberikan kepada salah seorang hakim dan hakim tersebut ya Pak Akil Mochtar," ujar Refly.

Informasi mengenai pemberian uang Rp 1 miliar kepada Akil ini sudah disampaikan Refly kepada tim investigasi MK. Informasi ini pun dimuat dalam dokumen yang diklasifikasikan sebagai dokumen rahasia sehingga ketika itu informasi dokumen ini hanya untuk Tim Investigasi MK, dan tidak untuk diumumkan kepada publik.

Lantas, salinan dokumen ini dibagikan Refly kepada wartawan pada Kamis (3/10/2013) di Gedung KPK. Dalam salinan dokumen yang diperoleh Kompas.com, Refly mengungkapkan kronologi pemberian uang yang dia ketahui.

Pertemuan dengan Akil

Dalam dokumen itu, Refly menuturkan, pada September 2010, ia dan rekannya, Maheswara Prabandono, menemui kliennya, calon bupati Simalungun di sebuah rumah di kawasan Pondok Indah, Jakarta. Ketiganya pun berbincang-bincang seputar Pilkada Kabupaten Simalungun. Saat itu, menurut Refly, kliennya mengaku sudah bertemu dengan hakim konstitusi Akil Mochtar.

"Dalam kasus Pemilukada Simalungun, Akil menjadi ketua panel hakim, dengan dua hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelvan dan Muhammad Alim," ucap Refly sebagaimana tertulis dalam dokumen.

Menurut Refly, dalam pertemuan dengan kliennya itu, Akil didampingi seorang politikus Partai Golkar yang kini menjadi tersangka kasus dugaan suap pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia. "Saya menduga TM Nurlif karena sebelumnya saya dapat SMS dari calon wakil bupati Tolitoli, yang juga klien saya, yang menyatakan bahwa pihak lawan (kasus Pilkada Tolitoli) telah menghubungi Akil dengan perantara TM Nurlif," tutur Refly.

Selanjutnya, menurut Refly, kliennya mengaku sudah sepakat untuk memberikan uang Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar. Jika uang tidak diberikan, katanya, permohonan salah satu pasangan calon akan dikabulkan yang berakibat akan adanya pemungutan ulang suara.

Awalnya, menurut klien Refly, Akil meminta Rp 3 miliar. Namun, setelah bernegosiasi, kedua pihak sepakat di angka Rp 1 miliar. "Untuk meyakinkan saya dan Maheswara, Jopinus mengambil tas jinjing dari ruang tengah, ia membuka tas tersebut dan memperlihatkan kepada saya dan Maheswara, isinya uang dollar AS yang menurut dia jumlahnya Rp 1 miliar dan baru saja ditukar. Menurutnya, uang tersebut akan diberikan kepada Akil," tutur Refly seperti yang diungkapkannya dalam dokumen.

Saat itu, Refly sempat terpikir untuk melaporkan praktik ini kepada KPK. Namun, Refly mengurungkan niatnya ketika itu karena mempertimbangkan kondisi kliennya. "Klien saya memohon saya untuk tidak melakukan itu. Dia ingin kasus pemilukadanya diselesaikan dulu sampai pelantikan. Sebab, menurutnya, kemenangannya dalam Pilkada Simalungun didapat secara benar dan dia hanya korban pemerasan," ujar Refly.

Uang dalam pilkada lainnya

Pada dokumen itu, Refly juga mengatakan, kliennya pernah bercerita kasus lain. Disebutkan, Akil pernah meminta uang Rp 4 miliar terkait kasus pilkada di Kalimantan. Menurut klien Refly, dari Rp 4 miliar yang diminta, baru Rp 2 miliar yang dibayarkan. "Sementara Rp 2 miliar lagi terus ditagih. Bahkan, yang disuruh menagih adalah sopir Akil sendiri," tutur Refly.

Adapun Akil ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dugaan penerimaan suap terkait penanganan sengketa pilkada di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten. Total uang yang dijadikan KPK sebagai barang bukti untuk dua kasus ini sekitar Rp 4 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com