"Salah satu cara bagaimana meminimalisir kemungkinan permainan uang di MK adalah mengakhiri tradisi ruang-ruang politik," ujar Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar, saat dihubungi Kamis (3/10/2013).
Saat ini, calon hakim MK berasal dari tiga institusi yakni dari Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, dan Mahkamah Agung. Seleksi di DPR, kata Zainal, masih belum bebas dari kepentingan partai politik. Parpol di DPR berlomba-lomba mengirimkan calonnya meski calon hakim konstitusi itu belum vakum di partai politik.
Ia juga meminta agar Presiden, MA, dan DPR mengubah tradisinya dalam menyeleksi calon hakim konstitusi. Tiga lembaga tinggi negara tersebut hanya bertugas sebagai panitia seleksi dan menghimpun lebih banyak orang-orang yang independen.
"Independensi ini penting apalagi semua kasus di MK adalah kasus Pemilu, kasus politik yang sangat rentan terjadi peluang korupsi," ujarnya.
Sebelum menjadi hakim konstitusi, Akil tercatat sebagai politisi asal Partai Golkar. Saat ini, di jajaran hakim konstitusi, ada dua hakim yang berlatarbelakang politisi. Mereka adalah Patrialias Akbar yang berasal dari Partai Amanat Nasional dan Hamdan Zoelva dari Partai Bulan Bintang. Keraguan atas independensi hakim berlatarbelakang politisi sempat mencuat, meski mereka menjamin akan independen dan telah melepas baju partainya.
Seperti diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua MK Akil Mocktar, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Chairun Nisa, dan seorang pengusaha berinisial CN pada Rabu (2/10/2013) malam di rumah dinas Akil, Kompleks Widya Chandra. KPK juga turut menyita sejumlah uang dollar Singapura senilai Rp 2-3 miliar yang diberikan Chairun Nisa dengan CN kepada Akil Mochtar. Uang itu diduga terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimatan Tengah.
Seusai menangkap tiga orang di rumah Akil, KPK menangkap dua orang di sebuah hotel kawasan Jakarta Pusat. Keduanya yaitu Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pihak swasta inisial DH. Kelimanya saat ini tengah menjalani pemeriksaan di Gedung KPK RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.