Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/09/2013, 08:59 WIB

KOMPAS.com — Politik adalah soal momentum. Untuk bisa menangkap momentum, dibutuhkan kecerdasan. Tepat jika kecerdasan jadi salah satu dari tiga landasan Partai Demokrat untuk melangkah selain kesantunan dan ketaatan pada etika.

Soal kecerdasan itu banyak buktinya. Meraih posisi kelima di antara 24 parpol peserta Pemilu 2004 salah satunya. Padahal, saat itu, Partai Demokrat yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono pada 2001 baru pertama kali ikut pemilu. Lebih mencengangkan lagi hasil Pemilu 2009. Saat itu, Partai Demokrat juara dengan suara 21,85 persen.

Selain dua pemilu legislatif itu, kecerdasan juga terbukti dalam dua pemilu presiden. Pada Pilpres 2004, SBY mengalahkan Megawati Soekarnoputri dalam dua kali putaran pemilu. Pada Pilpres 2009, SBY hanya butuh satu putaran untuk menang dengan suara 60,80 persen.

Mereka yang tidak bisa menerima, tidak habis-habisnya juga bertanya-tanya. Bagaimana bisa? Kembali ke momentum, pertanyaan "bagaimana bisa?" terjawab jika sedikit menengok ke masa sebelum Pemilu 2004. Tidak terlalu jauh sebenarnya, hanya empat bulan sebelumnya. Saat itu, awal Januari 2004, SBY yang masih menjadi pembantu di kabinet pimpinan Megawati membantah isu dirinya mundur.

Isu mundur itu muncul lantaran didapati fakta SBY mendirikan Partai Demokrat pada 2001. September-Desember 2003, Tim Monitoring Pemilu 2004 di Kementerian Politik dan Keamanan menyebarkan kuesioner soal Pemilu 2004.

Namun, bantahan SBY tidak menyurutkan permintaan kepadanya untuk mundur. Megawati melalui Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dan Menteri Sekretaris Negara/Sekretaris Kabinet Bambang Kesowo meminta agar pembantu presiden yang akan maju sebagai calon presiden mundur. Permintaan itu tidak membuahkan hasil.

Awal Maret 2004, suami Megawati, Taufiq Kiemas, angkat bicara. Secara spesifik, Taufiq minta SBY segera melapor ke Megawati sebagai tuntutan etika sebagai pembantu. Ucapan "Jenderal bintang empat kayak anak kecil" yang dilontarkan Taufiq menjadi momentum.

Pernyataan "etika sebagai pembantu" yang dilontarkan Taufiq dibalas SBY dengan menyebut "etika hubungan presiden dan menteri". SBY merasa tugasnya sebagai pembantu diambil alih Megawati. Kemelut lantas meluas di media. Momentum tepat disertai liputan media yang kerap membuat popularitas SBY berlipat-lipat.

Setelah sembilan tahun, peristiwa serupa datang menghampiri dua menteri yang kini ikut konvensi, yaitu Menteri BUMN Dahlan Iskan dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Meski serupa, ini pasti tak dilihat sebagai momentum.

Dengan kecerdasan rata-rata saja, ikut konvensi dengan tetap menjadi menteri adalah bagian etika seorang pembantu. Selain sebagai Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Di berbagai survei, popularitas Partai Demokrat pada Pemilu 2009 melorot. Tidak etis jika dalam kesusahan, pembantu pergi. (Wisnu Nugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Didesak Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Hukum

Jokowi Didesak Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Secara Hukum

Nasional
Budi Arie: Tidak Ada Negara di Dunia yang Tidak Terkena Serangan 'Ransomware'

Budi Arie: Tidak Ada Negara di Dunia yang Tidak Terkena Serangan "Ransomware"

Nasional
Sidang Vonis Terdakwa Korupsi yang Ancam 'Buldozer' Kemenkominfo Ditunda

Sidang Vonis Terdakwa Korupsi yang Ancam "Buldozer" Kemenkominfo Ditunda

Nasional
Hadiri Rapat DPR untuk Bahas Peretasan Pusat Data Nasional, Budi Arie Dicecar Wartawan

Hadiri Rapat DPR untuk Bahas Peretasan Pusat Data Nasional, Budi Arie Dicecar Wartawan

Nasional
BNPT Diusulkan Angkat Munarman jadi Duta Deradikalisasi

BNPT Diusulkan Angkat Munarman jadi Duta Deradikalisasi

Nasional
Pemerintah Buka Seleksi Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional 2024-2029

Pemerintah Buka Seleksi Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional 2024-2029

Nasional
PAN: Apakah Anies Dapat 'Perahu' Maju Pilkada 2024? Belum Tentu Juga...

PAN: Apakah Anies Dapat "Perahu" Maju Pilkada 2024? Belum Tentu Juga...

Nasional
Cek Harga di Pasar Temenggoeng Kaltim, Jokowi: Harga Baik, Artinya Distribusinya Bagus

Cek Harga di Pasar Temenggoeng Kaltim, Jokowi: Harga Baik, Artinya Distribusinya Bagus

Nasional
Mendagri Sebut 178 ASN Ajukan Diri Pindah ke IKN

Mendagri Sebut 178 ASN Ajukan Diri Pindah ke IKN

Nasional
Siap Tarung Lawan Anies, Wasekjen PAN: Jangankan Pilkada, Pilpres Saja Kami Menang

Siap Tarung Lawan Anies, Wasekjen PAN: Jangankan Pilkada, Pilpres Saja Kami Menang

Nasional
Golkar Sebut Duet Anies-Sohibul Bisa Munculkan Poros Baru di Pilkada Jakarta 2024

Golkar Sebut Duet Anies-Sohibul Bisa Munculkan Poros Baru di Pilkada Jakarta 2024

Nasional
BNPT: Teroris 'Bomber' Itu Korban, Bosnya Enggak Mau Jadi Pelaku

BNPT: Teroris "Bomber" Itu Korban, Bosnya Enggak Mau Jadi Pelaku

Nasional
Harun Masiku Disebut Tak Mungkin Buron 4,5 Tahun Tanpa Dibiayai Pihak Tertentu

Harun Masiku Disebut Tak Mungkin Buron 4,5 Tahun Tanpa Dibiayai Pihak Tertentu

Nasional
Kemendesa PDTT dan IFAD Sepakat Lanjutkan Program Pendampingan di Wilayah Timur Indonesia

Kemendesa PDTT dan IFAD Sepakat Lanjutkan Program Pendampingan di Wilayah Timur Indonesia

Nasional
Jokowi Minta Jumlah Dokter Spesialis Ditambah Sebanyak-banyaknya

Jokowi Minta Jumlah Dokter Spesialis Ditambah Sebanyak-banyaknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com