"Bukan karena kebetulan saya yang putus kasasinya yah. Kalau saya jadi hakim PK, PK-nya tidak akan saya terima," tegas Bagir saat dihubungi, Senin (26/8/2013). Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, yang divonis bebas oleh Mahkamah Agung melalui putusan peninjauan kembali (PK).
Pada tingkat kasasi, Sudjiono sebelumnya mendapat vonis penjara 15 tahun dan denda Rp 50 juta dengan keharusan membayar biaya pengganti Rp 369 miliar. Dia dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi dengan kerugian negara Rp 2 triliun.
Bagir mengatakan, ada dua alasan untuk menolak PK perkara Sudjiono Timan. Pertama, sebut dia, pengajuan PK tidak dibenarkan diajukan oleh istri terpidana. "Istri bukan ahli waris karena terpidana belum meninggal," ujar dia.
Pengajuan PK oleh keluarga, papar Bagir, hanya dimungkinkan bila terpidana menolak menggunakan hak PK atau terpidana tidak memungkinkan menghadiri sidang pengajuan PK, misalnya karena sakit. "Bagi saya, (pengajuan PK oleh istri Sudjiono) patut dipertanyakan," tegas dia.
Kedua, lanjut Bagir, status Sudjiono sampai saat ini adalah buron. Artinya, tegas dia, terpidana sengaja melawan dan menghindari putusan hakim. Sayangnya, aku dia, Indonesia belum punya cukup mekanisme hukum terkait penghinaan pada pengadilan (contempt of court). "Menurut saya, hakim harusnya punya harga diri. Dia kabur, dengan kata lain, dia melecehkan hakim. Mestinya, majelis PK memikirkan ini," tutur dia.
Perjalanan menuju PK Sudjiono
Sudjiono Timan sampai dibebaskan oleh MA melalui PK adalah buron, bahkan buron interpol. Saat jaksa akan mengeksekusi putusan kasasinya pada 7 Desember 2004, Sudjiono ternyata sudah kabur. Perkara kasasi Sudjiono diputuskan pada 3 Desember 2004, dan saat itu dia sudah dikenakan pencekalan, bahkan paspornya sudah ditarik. Sejak itulah, dia masuk daftar pencarian orang dan belum pernah dicabut.
Berdasarkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 6 Tahun 1988 yang ditandatangani Ali Said, Ketua MA, kemudian diperbarui melalui SEMA Nomor 1 Tahun 2012, pengadilan diperintahkan untuk menolak atau tidak melayani penasihat hukum atau penerima kuasa dari terdakwa dan terpidana in absentia alias tak bisa hadir di persidangan. Sementara, PK Sudjiono diajukan oleh istrinya dengan didampingi kuasa hukum Hasdiawati.
Berkas permohonan PK Sudjiono diterima MA pada 17 April 2012 dan pada 31 Juli 2013 MA memutuskan mengabulkan permohonan tersebut. Hakim Agung yang memeriksa perkara PK Sudjiono diketuai Agung Suhadi, beranggotakan Andi Samsan Nganro, Abdul Latief, Sri Murwahyuni, dan Sophian Martabaya.
Selama penanganan perkara PK, sempat terjadi pergantian Hakim Agung dalam majelis tersebut karena Djoko Sarwoko pensiun. Majelis PK, kata Suhadi, menemukan kekeliruan hukum yang nyata dalam putusan kasasi dari majelis kasasi yang dipimpin Bagir Manan.
"Di tingkat kasasi, Sudjiono Timan dihukum karena terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Namun, bukan PMH formal (melanggar peraturan perundang-undangan), melainkan PMH material, yaitu melanggar asas kepatutan," kata Suhadi, Kamis (22/8/2013), di Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.