“Itu bukan dana untuk Hambalang. Itu kan dana daripada kementerian yang diajukan pada Komisi X. Kalau ada hal-hal lainnya, kami tidak tahu. Pada waktu itu, saya baru 7-8 bulan di DPR, enggak paham masalah anggaran,” ujar Juhaini, saat dihubungi, Jumat (23/8/2013).
Menurut adik Ketua DPR Marzuki Alie ini, mekanisme persetujuan anggaran sebuah kementerian harus disepakati terlebih dulu di rapat komisi dengan kementerian terkait. Pada kasus ini, Juhaini mengklaim pembahasan anggaran untuk Kemenpora pada tahun 2010 dan 2011 sudah melalui kesepakatan rapat komisi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
“Karena sudah disepakati di rapat komisi, maka panitia anggaran Komisi X yang terdiri dari perwakilan fraksi menyetujuinya,” ungkap Juhaini.
“Kalau sudah oke, wajib ditandatangani. Soal ada penyimpangan di luar, ya di luar pada saat itu. Kalau kami tidak tanda tangani, kementerian tidak akan jalan, dan kita akan melanggar,” lanjutnya.
Juhaini mengatakan, saat itu ada sembilan orang perwakilan fraksi dan empat orang Pimpinan DPR yang hadir untuk menandatangani usulan anggaran tersebut. Menurutnya, Sekretaris Menpora Wafid Muharram, yang kini menjadi tersangka dalam kasus Hambalang, selalu hadir bersama jajaran pihak Kemenpora lainnya.
Ia mengaku baru mengetahui adanya proyek Hambalang saat Menteri Pemuda dan Olahraga ketika itu, Andi Alfian Mallarangeng, meminta penambahan anggaran dan mengajukan kontrak tahun jamak dalam proyek Hambalang. Namun, lanjutnya, saat itu, Komisi X mensyaratkan agar Kemenpora meminta izin ke Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran.
“Nah, setelah itu, saya tidak tahu lagi akhirnya bagaimana karena saya sudah pindah ke Komisi VII,” kata Juhaini.
Juhaini mengaku tak mempermasalahkan namanya masuk dalam audit BPK. Ia merasa yakin tidak terkait dengan kasus Hambalang. Ia siap jika nantinya dipanggil KPK.
“Kalau dipanggil, pasti dipenuhi. Kalau tidak mau datang, artinya kan kita salah? Ya saya akan beberkan apa yang saya tahu saja,” kata dia.
Nama 15 anggota DPR dalam audit Hambalang
Sebanyak 15 anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disebut dalam hasil audit tahap II Hambalang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka diduga terlibat dalam penyimpangan pada proses persetujuan anggaran proyek Hambalang.
Berdasarkan dokumen hasil audit tahap II Hambalang yang diterima wartawan, 15 anggota DPR tersebut berinisial MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS.
"MNS, RCA, HA, AHN bersama APPS, WK, KM, JA, MI menandatangani persetujuan alokasi anggaran menurut program dan kegiatan pada APBN Perubahan Kemenpora TA 2010, meskipun tambahan anggaran optimalisasi sebesar Rp 600 miliar belum dibahas dan ditetapkan dalam Rapat Kerja antara Komisi X dan Kemenpora," tulis dokumen tersebut.
Hal itu diduga melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 96 Ayat (2) huruf c, Pasal 96 Ayat (6), Pasal 203 Ayat 1, dan Pasal 203 Ayat 2.
Kemudian, disebutkan, MNS, RCA, bersama APPS, WK, KM, JA, UA, AZ, EHP, MY, MHD, HLS menandatangani persetujuan alokasi anggaran menurut program dan kegiatan pada RAPBN Kemenpora TA 2011. Padahal, tambahan optimalisasi sebesar Rp 920 miliar belum dibahas dan ditetapkan pada Rapat Kerja Komisi X dengan Kemenpora.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.