Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Antasari Akan Datangi Polda Metro

Kompas.com - 14/06/2013, 16:00 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim kuasa hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar akan mendatangi Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/6/2013). Mereka ingin mempertanyakan perkembangan kasus SMS gelap yang pernah dilaporkan Antasari.

"Minggu depan atau Senin kita akan langsung ke Polda untuk menanyakan perkembangan perkara," ujar kuasa hukum Antasari, Boyamin, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2013).

Boyamin mengatakan, pihaknya akan lebih aktif menanyakan perkembangan kasus itu. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pihak Antasari menganggap penyidik kepolisian belum melakukan apa pun. Selama hampir dua tahun sejak dilaporkan Agustus 2011 lalu, tidak ada kemajuan penanganan kasus SMS gelap.

"Kita akan lebih aktiflah. Itu juga kewajiban polisi untuk memberikan laporan perkembangan perkara," kata Boyamin.

Seperti diketahui, kasus SMS gelap itu menyeret Antasari dalam kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Berdasarkan keterangan dua saksi, Antasari disebut mengirim SMS bernada ancaman kepada Nasrudin.

Namun, adanya SMS itu tidak dapat dibuktikan di pengadilan. Ahli IT dari ITB, Agung Harsoyo, juga mengungkapkan dirinya tidak menemukan SMS ancaman yang dikirim Antasari ke Nasrudin. Antasari tetap dihukum bersalah dan harus menjalani kurungan 18 tahun penjara.

SMS itu disebut dikirim Antasari setelah Nasrudin memergokinya berduaan dengan Rani Juliani di Hotel Gran Mahakam, Jakarta. Adapun SMS yang disebut dikirim oleh Antasari itu berisi, "Maaf mas, masalah ini cukup kita berdua saja yang tahu. Kalau sampai ter-blow up, tahu konsekuensinya."

Antasari mengaku tidak pernah mengirim SMS bernada ancaman kepada Nasrudin. Ia melaporkan kasus SMS gelap itu ke Bareskrim Polri untuk mengetahui apakah SMS itu benar ada dan siapa pengirimnya. Namun, karena tidak ada kemajuan dari laporannya 2 tahun lalu, Antasari mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polri. Antasari meminta laporan itu diusut hingga tuntas. Adapun pihak kepolisian menyatakan, kasus itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Kuasa hukum Mabes Polri AKBP W Marbun menegaskan, kasus itu masih dalam tahap penyelidikan. Polri belum pernah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Penyidik mengaku kesulitan karena tidak ada alat bukti yang cukup untuk melakukan penyelidikan. Sebab, bukti berupa ponsel jenis Nokia Communicator tipe E90 warna hitam milik Nasrudin diduga masih dipegang oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Terkait barang bukti itu, pihak Antasari menganggap penyidik seharusnya dapat meminta barang bukti itu pada pihak kejaksaan. Menurut Antasari, tim Cyber Crime Polri seharusnya tidak sulit mengungkap kasus SMS itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

    Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

    Nasional
    Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

    Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

    Nasional
    Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

    Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

    Nasional
    Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

    Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

    Nasional
    Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

    Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

    Nasional
    Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

    Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

    Nasional
    Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

    Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

    Nasional
    15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

    15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

    Nasional
    Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

    Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

    Nasional
    Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

    Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

    Nasional
    Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

    Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

    Nasional
    Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

    Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

    Nasional
    9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

    9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

    Nasional
    Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

    Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

    Nasional
    Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

    Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com