Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawa Rupiah dalam Kardus, Cara Bodoh Koruptor Kelas Bawah

Kompas.com - 29/05/2013, 21:13 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, mengatakan banyak modus yang dilakukan koruptor untuk melakukan suap. Salah satunya adalah transaksi tunai dengan memasukkan uang hingga miliaran rupiah ke dalam kardus. Cara ini dianggap modus lama.

"Ini agak bodoh, masukkan uang rupiah ke dalam kardus untuk menyuap orang. Itu koruptor kelas bawah dan ketinggalan zaman, " kata Bambang dalam diskusi "Membatasi Transaksi Tunai: Peluang dan Tantangan" di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2013).

Bambang menjelaskan, modus terbaru para koruptor adalah transaksi tunai dengan menggunakan valuta asing (valas). Modus ini membuat koruptor tak perlu membawa uang rupiah dalam jumlah banyak. Menurut Bambang, transaksi tunai kini banyak menggunakan uang dollar Singapura.

Ia mencontohkan kasus pegawai pajak Eko Darmayanto dan Mochamad Dian Irwan Nuqishra. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang 300.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 2,3 miliar. "Yang kemarin ketangkap tangan oleh KPK itu pakai apa? Dollar Singapura, kan. Contoh 1 dollar Singapura kan Rp 7.000 sekian, angka nominal tertinggi dolar Singapura berapa? Kalau satu lembar 10.000 dolar sudah berapa? Rp 70 juta. Jadi kalau mau nyogok orang, cukup dengan satu gepok uang dollar Singapura atau sama dengan Rp 7 miliar," ujarnya.

Bambang berharap juga ada aturan pembatasan transaksi tunai yang menggunakan valas. Pembatasan transaksi tunai menurutnya dapat mencegah melakukan korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com