Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bela Susno, Yusril Tak Cerdas

Kompas.com - 26/04/2013, 15:49 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra dalam membela mantan Kabreskrim Komjen (Purn) Susno Duadji bisa berbahaya bagi elektabilitas PBB. Sebagai pimpinan parpol dan pengacara, Yusril seharusnya dapat memosisikan dirinya ketika membela Susno.

Hal itu dikatakan pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya. Sebagai pimpinan parpol, Yusril seharusnya tidak melakukan manuver politik yang berbahaya. Kader partai yang memiliki urusan dengan hukum tentu saja akan memberikan dampak bagi partai itu sendiri. Terlebih, jika persoalan hukum itu berkaitan dengan kasus korupsi.

"Terutama bagi PBB yang baru muncul kembali. Saya rasa tidak cukup cerdas dalam manuver politik. Apalagi sampai pasang badan dengan pimpinan partai," kata Yunarto saat dihubungi, Jumat (26/4/2013).

Yunarto mengungkapkan, nama besar PBB tidak dapat terlepas dari personal branding Yusril sebagai pimpinan parpol. Untuk itu, sebaiknya Yusril dapat berhati-hati dalam melangkah. Jangan sampai karena berniat untuk membela Susno, langkahnya mendulang kecaman dari konstituen.

"Keberanian Yusril seperti itu justru bisa menjadi blunder bagi partainya," katanya.

Perdebatan Pasal 197 KUHAP

Perdebatan soal sah tidaknya eksekusi yang dilakukan kejaksaan bermula dari penolakan pihak Susno. Susno dan kuasa hukumnya menilai, putusan kasasi MA tidak mencantumkan perintah penahanan. Oleh karena itu, pihak Susno berdalih, eksekusi tak bisa dilakukan. Tidak dicantumkannya perintah penahanan, dalam pandangan pihak Susno, membuat putusan itu batal demi hukum.

Mereka mengacu pada ketentuan Pasal 197 Ayat 2 yang menyatakan bahwa putusan batal demi hukum jika tidak memuat ketentuan Pasal 197 Ayat 1 KUHAP. Adapun Pasal 197 Ayat 1 huruf k menyatakan bahwa surat pemidanaan di antaranya harus memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan. Pasal tersebut pernah diajukan uji materi oleh Parlin Riduansyah, dengan Yusril sebagai kuasa hukumnya.

Pemohon meminta untuk mendalilkan bahwa Pasal 197 Ayat (1) huruf k juncto Pasal 197 ayat (2) sepanjang frasa "batal demi hukum" UU 8/1981 bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 28D Ayat (1), dan 28G Ayat (1) UUD 1945 karena memuat rumusan yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Uji materi ini ditolak oleh MK melalui putusan yang dibacakan pada 22 November 2012.

Dalam pendapatnya, MK menyatakan bahwa penafsiran tidak dimuatnya ketentuan Pasal 197 Ayat (1) huruf k dalam surat pemidanaan akan mengakibatkan putusan batal demi hukum, justru bertentangan dengan UUD 1945.

MK juga menyatakan, Pasal 197 Ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bila diartikan bahwa surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Selain itu, MK memutuskan perubahan bunyi Pasal 197 Ayat (2), dengan menghapus bagian huruf "k" menjadi "Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com