JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Komandan Jenderal (Wadanjen) Kopassus Sutiyoso menilai, prajurit kerap keliru menafsir arti jiwa korsa kesatuan. Untuk itu, perlu adanya pengawasan dari tiap-tiap pimpinan kesatuan terhadap anggotanya agar kejadian penyerangan di LP Cebongan, Sleman, Yogyakarta, tidak terulang.
"Rasa solidaritas yang selalu dicekoki, kadang-kadang ditafsir keliru oleh prajurit," kata Sutiyoso seusai menghadiri pelantikan Ketua Mahkamah Konstitusi M Akil Mochtar, Jumat (5/4/2013).
Meski demikian, dirinya tidak menyalahkan adanya penanaman jiwa korsa di dalam tubuh seorang pasukan khusus. Jiwa korsa itu mengajarkan rasa kesetiakawanan, rasa solidaritas, dan loyalitas yang tinggi. Akan tetapi, penerapan jiwa korsa tersebut perlu diimbangi dengan pembinaan dari pimpinan.
"Oleh karena itu, perwira-perwira yang harus mengawasi kejadian seperti itu, bagaimana dia (perwira) mencegah secara ketat," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigjen TNI Unggul Yudhoyono mengakui bahwa penyerangan terhadap Lapas Cebongan dilakukan oleh oknum Grup II Kopassus Kartasura.
"Bahwa secara kesatria dan dilandasi kejujuran serta tanggung jawab, serangan LP Cebongan, Sleman, pada 23 Maret 2013 pukul 00.15 WIB diakui dilakukan oleh oknum anggota TNI AD, dalam hal ini Grup II Kopassus Kartosuro yang mengakibatkan terbunuhnya empat tahanan," kata Brigjen Unggul K Yudhoyono di Mabes TNI AD, Jakarta, Kamis (4/4/2013).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.