Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Selidiki SKL Kasus BLBI

Kompas.com - 02/04/2013, 20:58 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), khususnya yang berkaitan dengan penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk beberapa obligator. SKL itu dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.

“Ada yang mekanisme pemberian SKL itu melalui Kementerian Keuangan, melalui kebijakan yang pernah mereka putuskan,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (2/4/2013).

SKL tersebut berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, dikenal dengan inpres tentang release and discharge.

Berdasarkan inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang walaupun hanya 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham (JKPS) dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN. Atas dasar bukti itu, mereka yang diperiksa dalam penyidikan Kejaksaan Agung akan mendapatkan surat perintah penghentian perkara (SP3).

Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. Padahal, Inpres No 8/2002 yang menjadi dasar kejaksaan mengeluarkan SP3 itu bertentangan dengan sejumlah aturan hukum, seperti UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Lebih jauh Johan mengatakan, penyelidikan BLBI yang ditangani KPK ini berbeda dengan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada saat dipimpin Jaksa Agung MA Rachman, Kejaksaan Agung menerbitkan SP3 terhadap 10 tersangka kasus BLBI pada 2004. Penerbitan SP3 ini berdasarkan SKL yang dikeluarkan BPPN.

“BLBI itu kan ada beberapa penyelesaian, ada yang 2006, ada 2007, ada yang SKL, ada yang dengan beberapa cara lain penyelesaiannya. Kan ada yang ditangani secara hukum oleh Kejaksaan, ada yang kemudian SKL. Nah KPK menangani yang SKL itu,” ujar Johan.

Menurut Johan, KPK mulai menyelidiki perkara ini setelah menerima laporan masyarakat. Dari situ, KPK menelaah kemudian meningkatkan ke tahap penyelidikan. Hari ini, KPK meminta keterangan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie. Seusai dimintai keterangan selama hampir sembilan jam, Kwik enggan mengungkapkan apa yang sudah dia jelaskan kepada penyelidik KPK.

Saat ditanya apakah Megawati Soekarnoputri akan ikut dimintai keterangan selaku presiden yang menjabat saat SKL itu diterbitkan, Johan meminta publik tidak berpikir terlalu jauh dulu. “Jangan terlalu jauh dululah. Ini kan masih proses penyelidikan, materinya aku enggak tahu,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

    Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

    Nasional
    Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

    Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

    Nasional
    Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

    Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

    Nasional
    ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

    ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

    Nasional
    Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

    Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

    Nasional
    Reformasi yang Semakin Setengah Hati

    Reformasi yang Semakin Setengah Hati

    Nasional
    Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

    Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

    Nasional
    Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

    Nasional
    Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

    Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

    Nasional
    ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

    ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

    Nasional
    Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

    Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

    Nasional
    PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

    PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

    Nasional
    SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

    SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

    Nasional
    Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

    Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

    Nasional
    Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

    Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com