Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Eksekusi Mati Adami demi Perbaiki Citra SBY

Kompas.com - 16/03/2013, 17:13 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika asal Nigeria, Adami Wilson alias Adam alias Abu (42), oleh Kejaksaan Agung dinilai hanya sebagai politik penyeimbang setelah keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi kepada Meirika Franola alias Ola, seorang warga negara Australia. Eksekusi Adami dinilai untuk mengembalikan citra pemerintah setelah dikritik pascapemberian grasi Ola.

"Eksekusi Adami ini dalam rangka memopularitas kembali pemerintahan SBY di tengah mayoritas mendukung hukuman mati," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar saat jumpa pers di Kantor Kontras di Jakarta, Sabtu (16/3/2013).

Jumpa pers itu diikuti aktivis lain yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Menghapus Hukuman Mati (HATI), yakni aktivis Hak Asasi Manusia Todung Mulya Lubis, Direktur Operasional Imparsial Bhatara Ibnu, dan Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan.

Ola yang mendapat hukuman mati karena kasus penyelundupan 3,5 kg heroin dan 3 kg kokain pada tahun 2000 diberi grasi oleh Presiden berupa pengurangan hukuman mati menjadi seumur hidup. Setelah pemberian grasi itu, Ola terlibat dalam penyelundupan 775 gram sabu-sabu dari India ke Indonesia pada 4 Oktober 2012. Berbagai pihak mengkritik Presiden atas pemberian grasi kepada Ola tersebut.

Haris menilai, ada standar ganda yang dilakukan pemerintah Indonesia terkait hukuman mati. Di satu sisi, pemerintah berupaya meminta agar warga negara Indonesia yang terancam hukuman mati di negara lain supaya dibebaskan dari hukuman mati. Di sisi lain, pemerintah mengeksekusi warga negara asing yang divonis mati.

Haris menyinggung diskusi yang digelar Kementerian Luar Negeri membahas nasib WNI di luar negeri yang divonis mati beberapa waktu lalu. Namun, di hari yang sama, pemerintah malah mengeksekusi mati Adami.

"Masyarakat internasional akan berkata, Anda minta WNI supaya tidak dhukum mati, tapi Anda eskekusi WNA. Ini kelucuan dan ambivalensi wajah Indonesia," kata Haris.

Todung mengatakan, pemerintah memang dihadapkan pada opini publik yang dibangun bahwa mayoritas publik mendukung hukuman mati. Namun, ia menilai jajak pendapat yang dilakukan selama ini tidak tepat karena publik hanya diminta pendapat setuju atau tidak terhadap hukuman mati.

"Kalau pertanyaannya dibuat alternatif, misalnya pilih hukuman mati atau seumur hidup tanpa remisi, survei-survei di negara lain terlihat jumlah yang setuju hukuman mati akan semakin kecil. Kita tidak dihadapkan dengan pilihan seperti itu. Saya sangat yakin rakyat Indonesia pertimbangkan hukuman seberat-beratnya. Hukumlah seumur hidup," kata Todung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com