Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari Elka: Isi Surat Kaleng Itu Tak Benar!

Kompas.com - 21/11/2012, 20:58 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan menteri perdagangan Mari Elka Pangestu mengakui dirinya pernah dipanggil menteri sekretaris kabinet Dipo Alam dan menteri sekretaris negara Sudi Silalahi. Pemanggilan dirinya terkait laporan Dipo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan dugaan adanya praktik kongkalikong anggaran antara tiga Kementerian dan DPR.

"Kami memang dipanggil oleh Pak Dipo untuk mengklarifikasi surat yang tidak beridentitas. Surat Itu sebetulnya terjadi pada saat kami di Kementerian Perdagangan. Surat seperti itu bukan hal yang baru, itu hal lama. Kami sebut surat itu surat kaleng. Kami sudah mengklarifikasi bahwa yang di dalam surat itu tidak benar," kata Mari yang kini menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Jakarta, Rabu (21/11/2012).

Ia menjelaskan, pemanggilan dirinya terjadi sekitar minggu lalu. Namun, dia lupa tanggal persisnya. Pemanggilan itu, lanjutnya, pada intinya Dipo meminta klarifikasi dari surat-surat kaleng itu. Meskipun, terangnya, surat kaleng bertahun 2009. "Ada prosesnya untuk surat kaleng. Umumnya diserahkan ke Irjen, bukan untuk diklarifikasi tapi dilihat dan dievaluasi karena itu tidak beridentitas," terangnya.

Ia menambahkan, selama dirinya menjabat sebagai menteri perdagangan tidak ada pelanggaran prosedur. Dugaan yang disebutkan dalam surat kaleng itu sama sekali tidak benar. Dirinya tidak keberatan diperiksa KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam Kementerian Perdagangan di bawah kendalinya.

"Saya sebagai pembantu presiden siap. Kami bekerja untuk rakyat. Setiap saat kan kami diawasi oleh BPK, masyarakat, media, jadi kami siap-siap saja. Bilamana diperlukan kami akan memberikan klarifikasi," tandasnya.

Sebelumnya, Seperti diberitakan, Dipo mengaku menerima banyak laporan dari PNS di kementerian terkait praktik kongkalikong untuk menggerus APBN. Laporan itu masuk pascasurat edaran Sekretaris Kabinet Nomor 542 terkait pencegahan praktik kongkalikong anggaran di instansi pemerintah. Dipo menyebut ada partai politik koalisi pemerintah yang menyusupkan kadernya di suatu kementerian. Kader yang mendapat jabatan struktural hingga staf khusus menteri itu bertugas mengatur berbagai proyek dengan dana APBN untuk kepentingan partai.

Selain itu, Dipo menyebut ada ketua fraksi di DPR yang bertugas menciptakan program serta mengamankan alokasi anggaran yang sudah digelembungkan agar disetujui DPR. Dipo juga menyebut ada menteri yang melindung pejabat korup. Menurut Dipo, laporan yang masuk disertai bukti-bukti.

Tak disebutkan apakah sudah ada klarifikasi terkait bukti-bukti itu. Namun, Dipo tak mau menyebut nama parpol, nama-nama kader parpol, nama kementerian, serta proyek yang dimaksud. Menurut penelusuran kompas.com, tiga kementerian yang dilaporkan Dipo adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Nasional
    Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

    Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

    Nasional
    Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

    Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

    Nasional
    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

    Nasional
    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

    Nasional
    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Nasional
    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Nasional
    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Nasional
    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Nasional
    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Nasional
    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Nasional
    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Nasional
    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    Nasional
    Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

    Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com