Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Anak Buah Hartati Dituntut 2,5 Tahun

Kompas.com - 18/10/2012, 16:45 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua petinggi PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP), Yani Anshori dan Gondo Sudjono dituntut hukuman dua tahun enam bulan penjara, ditambah denda Rp 50 juta subsider tiga bulan penjara. Keduanya dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap Bupati Buol Amran Batalipu.

Tuntutan keduanya dibacakan tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dalam persidangan yang berlangsung secara terpisah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/10/2012).

"Kami menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan, menyatakan terdakwa Yani Anshori terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan pertama," kata jaksa Supardi membacakan surat tuntutan Yani.

Menurut jaksa KPK, Yani dan Gondo terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 KUHP. Dijelaskan jaksa, Yani dan Gondo terbukti menyuap Amran dengan uang Rp 3 miliar yang diberikan secara bertahap.

Pemberian uang tersebut berkaitan dengan kepengurusan hak guna usaha (HGU) perkebunan di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Adapun PT HIP merupakan anak perusahaan PT Cipta Cakra Murdaya milik pengusaha Hartati Murdaya Poo. Dalam perusahaan tersebut, Yani menjabat sebagai General Manager Supporting sementara Gondo menjadi Direktur Operasional.

Menurut jaksa KPK, terdakwa Yani mengikuti pertemuan dengan Amran dan mendapat pemberitahuan dari Arim (Financial Controller PT HIP) soal pemberian uang ke Amran. Dalam pertemuan itu, Arim juga meminta Yani mempersiapkan surat-surat terkait HGU yang akan ditandatangani Amran.

Setelah surat selesai, Yani pun menghubungi Amran untuk mengatur pertemuan dengan Arim guna penyerahan uang tahap pertama senilai Rp 1 miliar. Berdasarkan fakta persidangan, pemberian uang tahap pertama berlangsung di kediaman Amran di Buol.

"Di rumah Amran, terdakwa (Yani) bersama Arim menyerahkan uang kepada Amran Rp 1 miliar dalam tas ransel berwarna cokelat dan diterima di kediaman Amran," kata jaksa Supardi.

Kemudian, Yani kembali menyerahkan uang kepada Amran senilai Rp 2 miliar pada 26 Juni 2012. Saat itu, Yani diminta Gondo untuk mengatur pertemuan dengan Amran.

Akhirnya disepakati kalau pertemuan sekaligus penyerahan uang dilakukan di vila milik Amran di Buol. Terdakwa Yani dan Gondo, kata jaksa, kemudian mengantarkan uang senilai Rp 2 miliar yang dibungkus dalam dua kardus air minum mineral dengan cara meletakkan kardus di lantai vila Amran.

"Lalu Gondo dan Arim menemui Amran," kata jaksa Supardi.

Rangkaian perbuatan ini, menurut jaksa, cukup membuktikan unsur pemberian hadiah atau janji terhadap Amran. Apalagi, diketahui kalau uang yang diberikan itu kemudian digunakan Amran untuk kepentingan pribadinya, yakni membiayai kampanye Amran sebagai calon Bupati Buol 2012.

Dalam menyusun tuntutan ini, jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan Yani dan Gondo. Adapun hal yang memberatkan, menurut jaksa, perbuatan keduanya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan yang meringankan, kedua terdakwa dianggap bukan aktor intelektual pemberian suap. Keduanya juga tidak pernah dihukum, menyesali dan mengakui perbuatannya, serta berlaku sopan selama disidang.

Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Hartati dan Amran sebagai tersangka. Amran segera disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta sementara Hartati masih menjalani proses penyidikan di KPK.

Berita terkait lainnya dapat diikuti di Topik: HARTATI DAN DUGAAN SUAP BUPATI BUOL.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

    Nasional
    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

    Nasional
    Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

    Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

    Nasional
    Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

    Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

    Nasional
    Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

    Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

    Nasional
    Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

    Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

    Nasional
    Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

    Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

    Nasional
    Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

    Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

    Nasional
    Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Nasional
    Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

    Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

    Nasional
    Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

    Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

    Nasional
    KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

    KPU Tak Masalah Caleg Terpilih Dilantik Belakangan Usai Kalah Pilkada

    Nasional
    Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

    Zulhas: Katanya PAN Cuma Bisa Joget-joget, Eh Capres yang Menang Bisa Joget

    Nasional
    Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

    Prabowo Bilang Ada Partai Klaim Sosok Bung Karno, Budiman Sudjatmiko: Bukan Diskreditkan PDI-P

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com