JAKARTA, KOMPAS.com — Draf revisi Undang-Undang Nomor 30 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang dirancang DPR dianggap akan melemahkan KPK, dengan pengurangan sejumlah kewenangannya. Peneliti bidang korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Apung Widadi, menilai bahwa wacana revisi UU KPK yang digulirkan Komisi III DPR merupakan "serangan balik" dari lembaga perwakilan rakyat. Gerak KPK yang menjerat sejumlah anggota DPR dalam kasus korupsi membuat Dewan "risih".
"DPR gencar melumpuhkan KPK karena DPR itu episentrum korupsi sehingga politisi korup merasa risih dan melakukan segala upaya menyerang balik KPK dengan jalan melumpuhkan kewenangannya," ujar Apung, dalam konferensi pers di Kantor Transparency International Indonesia, Jakarta, Minggu (30/9/2012).
Sebagai lembaga perwakilan rakyat, katanya, DPR seharusnya mengikuti arus publik yang justru menginginkan penguatan KPK. Saat ini, menurut Apung, KPK merupakan lembaga negara yang mendapat dukungan penuh masyarakat untuk memerangi korupsi.
Ia menyerukan, pada Pemilu 2014 mendatang, masyarakat mencermati para anggota Dewan yang vokal menyuarakan pemangkasan kewenangan KPK.
"Menjelang 2014 nanti, baik anggota Dewan maupun parpol membutuhkan pencitraan. Politisi yang melumpuhkan KPK jangan dipilih," katanya.
Berdasarkan data ICW, partai politik yang mendukung revisi UU KPK adalah Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara itu, PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan PKB belum menentukan sikapnya. Adapun Partai Gerindra, PPP, dan Partai Demokrat menolak revisi UU KPK. Sementara itu, PKS belum sepenuhnya satu suara karena Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid menyatakan fraksinya menolak. Akan tetapi, masih ada anggota DPR asal Fraksi PKS yang mendukung revisi UU KPK.
Kontroversi terkait revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"